Monday 27 January 2014

Kepala Daerah Dipilih DPRD, Pengamat: Itu Suatu Kemunduran

Hanya lewat pemilukada langsung, rakyat  masih  punya harapan, dapat pemimpin baik. Dengan catatan kompetisi berlangsung secara fair, adil dan terbuka

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menolak bila pemilihan kepala daerah dilakukan melalui perwakilan DPRD. Dia menilai, pemilihan kepala daerah melalui perwakilan sama saja demokrasi yang digelar selama ini bukan semakin maju, akan tetapi mundur ke belakang.

Menurutnya, pemilihan kepala daerah yang dilakukan melalui DPRD tidak jaminan akan lebih murah, dan lebih hemat. Sebaliknya, Pemilukada hanya memindahkan objek dari sebelumnya dipilih masyarakat, kini dipilih DPRD.

"Usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengusulkan Pemilukada tidak langsung tersebut tidak spesifik, dan argumen ini  terlalu dipaksakan," ujar Ray, dalam diskusi "Menakar Kwalitas Putusan MK, Antara Korupsi dan Korelasi Dalam Lingkaran Pilkada," Jakarta, Selasa (3/12).

Diakui Ray, selama Pemilukada digelar memang banyak masalah, namun bukan berarti harus mundur kebelakang. Bahkan, jelasnya, dari hasil Pemilukada melahirkan para pemimpin kepala daerah yang berkualitas.

"Apa kalau Pemilukada tidak langsung masyarakat dapat memperoleh kepala daerah seperti Jokowi di Jakarta, di Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Apakah ada jaminan kalau Pemilukada tidak langsung mendapatkan kepala daerah yang berkualitas,?" ungkapnya.

Dia mengatakan, bila Pemilukada diserahkan kepada sistem terwakilan. Bagi penggiat demokrasi sama artinya bangsa Indonesia mengalami kemunduran dan kembali memasuki era seperti zaman Orde Baru.

"Kalo pilkada diserahkan ke DPRD,  apakah akan ada jamin gak ada money politik? Saya rasa praktik tersebut  pasti ada. Hanya saja objeknya yang dipindahkan. Kalo dulu uang mengalir ke rakyat, kalo dikembalikan ke DPRD ya mengalir ke mereka dong," tukas Ray.

Menurutnya, meskipun persoalan pemilukada sering mengalami sengketa yang berujung ke MK, serta boros biaya, namun hal tersebut merupakan sebuah upaya paling ampuh dalam memilih seorang pemimpin.

Bagi Ray, kisruh pemilukada yang berujung di MK disebabkan oleh perilaku penyelenggara pemilu yang tak mempunyai integritas. Krisis moralitas yang melanda penyelenggara pemilu itulah yang menyebabkan sengketa pemilukada semakin banyak. Atas dasar itulah, jika pemilukada langsung ingin tetap dilaksanakan, maka pihak penyelenggara pemilu harus mempunyai tingkat integritas yang mumpuni.

"Hanya lewat pemilukada langsung, rakyat  masih  punya harapan, dapat pemimpin baik. Dengan catatan  kompetisi berlangsung secara fair, adil dan terbuka," tutup Ray.

Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) A. Dimyati Natakusumah menyatakan sepakat dengan usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang berkeinginan kuat mengembalikan pemilihan kepala daerah (pemilukada) ke tangan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).

Dimyati mengatakan,  pemilukada langsung yang terjadi selama ini sangat rentan dengan praktik 'money politics' yang melibatkan partai politik dengan pemilih.

"Yang terjadi kan selama ini politik transaksional, alias wani piro?  Nah pemilukada dikembalikan ke DPRD kan bisa cegah hal tersebut," kata Dimyati.

Dimyati menjelaskan, keinginan dirinya untuk mengembalikan pemilukada ke tangan DPRD bukan tanpa alasan, sebab kualitas rakyat di Indonesia masih sangat rendah. Atas dasar itulah, ia sangat berharap jika proses transaksional tersebut harus segera diakhiri.

"Ini kan persoalan serius. Kualitas rakyat Indonesia berbeda jauh dengan rakyat Amerika," jelas Dimyati. (Ralian Jawalsen Manurung)

sumber: http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/52542/kepala-daerah-dipilih-dprd-pengamat-itu-suatu-kemunduran

No comments: