Friday 1 July 2011

Menelusuri Pola Pikir Koruptor

oleh: Arimbi Bimoseno

Korupsi adalah mengambil hak orang lain (misalnya, uang negara adalah uang rakyat yang bersumber dari pajak). Pungutan liar (meminta uang di luar aturan, biasanya lebih banyak dari yang seharusnya) juga adalah korupsi. Memberi suap dan menerima suap juga korupsi, sebab tujuannya adalah supaya selamat (tidak ditangkap polisi/ tidak dipenjara/tidak ditilang) meski telah melanggar hak orang lain, termasuk hak rasa keadilan.

Kurang lebih, berikut ini logika berpikir (mental) koruptor :

1. Ini kesempatan, Bung. Kesempatan tidak datang dua kali. Mumpung bisa korupsi, maka korupsi. Ini rezeki. Tidak baik menolak rezeki. Jadi uang hasil korupsi dianggap rezeki.

2. Ah, si anu dan si anu dan si anu juga korupsi, kenapa tidak korupsi juga. Korupsi ah. Kalau ketahuan, tanggung bersama-sama. Biasanya sih korupsi berjamaah lebih susah diurai, sebab saksi mata juga korupsi. Jadi peluang aman semakin besar. Bagi-bagi hasil korupsi dianggap sama dengan bagi-bagi rezeki.

3. Ini kerja cerdas, Bung. Bisa mengumpulkan uang banyak dengan trik-trik licik, bisa mengelabui orang lain, dianggap sebagai kecerdasan, dianggap sebagai anugerah yang patut dibanggakan.

4. Dengan korupsi, bisa membantu orang banyak. Setelah berhasil mengumpulkan banyak uang hasil korupsi, lalu mencuci dosa dengan memberikan sumbangan ke berbagai yayasan sosial dan tempat ibadah. Berpikir dengan begini, dosa telah tercuci. Jadi impas. Untuk apa mati-matian tidak korupsi kalau tidak bisa membantu orang, begitu kata pikiran picik koruptor.

5. Demi cinta keluarga. Ah, gaji kecil, tidak naik-naik, segini-segini saja, sementara kebutuhan hidup terus meningkat, pendidikan anak semakin mahal biayanya, korupsi ah. Kembali lagi, peluang korupsi dianggap sebagai rezeki. Tak mau bekerja keras (malas), tak mau memikirkan cara-cara lain di luar pekerjaan yang ada sekarang sebagai sumber pendapatan baru.

6. Karena terbiasa melakukan korupsi, lama-lama merasa biasa saja. Berpikir apa yang dilakukan adalah hal wajar. Kembali lagi, menganggap uang hasil korupsi sebagai rezeki yang patut disyukuri.

7. Apa lagi ya…

Mental korup tidak bisa dibunuh tapi bisa dikendalikan. Dan yang bisa mengendalikannya adalah orang yang mau mengendalikannya.http://www.blogger.com/img/blank.gif

Selama masih berpikir, “Ah dia-dia-dia juga begitu,” yang ada, bisa-bisa mental korup justru tumbuh subur dan makin berani melakukan kefatalan-kefatalan berikutnya. Dan menganggap kefatalan sebagai berkah.

Stop mental koruptor.

sumber:

EQ - Penyebab Kegagalan Orang Pintar dalam Hidup


oleh: Nursalam Ar
Penerjemah, penulis dan konsultan penulisan. Pernah kuliah di UI & Ma'had 'Utsman bin 'Affan. Mantan jurnalis media online. Pendiri Matoa Group dan pengasuh Komunitas Matoa (KOMA), komunitas penulisan & penerjemahan. Blog pribadi: www.nursalam.wordpress.com. Surel: salam.translator@gmail.com


Kenapa si fulan yang IQ-nya 160 kok karirnya biasa-biasa saja dibandingkan si fulanah yang IQ-nya rata-rata namun bisa bekerja di luar negeri dengan gaji sangat besar?

Kenapa si A yang lulusan universitas di luar negeri dengan predikat summa cum laude hanya jadi bawahan di sebuah perusahaan sementara si B yang tak tamat SD bisa jadi pengusaha besar?

Kenapa Joko yang dikenal anak cerdas sejak kecil selalu kawin cerai dengan istri-istrinya sementara Tono, rekan sekolahnya dulu, yang otaknya sedang-sedang saja justru kehidupan rumah tangganya lebih langgeng dan harmonis?

Demikian banyak daftar kegagalan orang pintar dalam hidup yang terasa mengherankan, semata-mata jika dipandang dari paradigma IQ (Intelligence Quotient). Anda pun bisa menambah panjang daftar tersebut dengan pengalaman orang-orang di sekitar Anda atau bahkan pengalaman pribadi Anda sendiri.

Terkait dengan hal itu, Daniel Goleman dalam buku Emotional Intelligence—yang populer karena mengenalkan konsep Emotional Quotient (EQ)—mengungkapkan bahwa manusia memiliki dua otak dalam satu tempurung kepalanya. Satu otak berpikir yang lazim dikenal sebagai otak kiri, dan yang satu otak merasa atau otak kanan. Otak kiri cenderung bersikap objektif, rasional, presisi, numerikal,analitis, linier,konvergen dan logis. Sementara otak kanan cenderung sarat hal-hal eksperimental, divergen, non-analitis, subjektif, non-verbal, intuitif, holistik dan reseptif.

Dua otak ini harus bekerja selaras. Otak kanan yang memuat emosi memberi masukan dan informasi kepada proses berpikir rasional pada otak kiri. Sementara otak kiri memperbaiki dan terkadang menyetop masukan emosi tersebut. Jika otak kanan terlalu dominan, kita akan sering bertindak gegabah dan mengambil keputusan yang sembrono. Namun jika otak kiri terlalu dominan, kita cenderung hanya jadi pengamat dan terus menganalisis alias omong doang (omdo)–atau justru bertindak atau berucap tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain.

Goleman juga mengintrodusir lima wilayah EQ atau kecerdasan emosi yakni: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Inilah modal kecakapan bisnis yang menurut Purdi Chandra—boss pendiri jaringan Primagama Group—jika kita mampu mengelolanya maka bisnis apapun akan lebih berpeluang berjalan mulus. Rasanya beralasan karena, dalam neurologi, perasaan atau emosi biasanya sangat dibutuhkan untuk keputusan rasional. Otak emosional atau otak kanan akan menunjukkan pada arah yang tepat. Maka pengelolaan emosi adalah hal vital dalam kehidupan.

Patricia Patton, seorang pakar manajemen, menyatakan bahwa untuk mengelola emosi, kita dapat melakukannya dengan cara belajar, yakni: Pertama, belajar mengidentifikasi apa yang biasanya dapat memicu emosi kita dan respons apa yang biasa kita berikan. Kedua, belajar dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh pada diri kita. Ketiga, belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan kita. Keempat, belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan masalah. Kelima, belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.

Ya, pengendalian emosi atau EQ adalah salah satu kunci jawaban kenapa banyak orang pintar atau unggul dalam IQ banyak yang gagal dalam hidup dan bisnis atau minimal tidak seberhasil rekan-rekannya yang relatif ber-IQ lebih rendah atau biasa-biasa saja. Dalam teori-teori psikologi kontemporer bahkan teori EQ terus diperkaya dengan tambahan ranah SQ (Spiritual Quotient) dll.

Jakarta, 30 Juni 2011

Urus BBM, MUI Berlebihan


JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana mengharamkan pembelian bahan bakar minyak bersubsidi (premium) bagi kalangan ekonomi atas melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia dinilai berlebihan. Tak sepatutnya MUI memasuki ranah kebijakan publik yang merupakan domain pemerintah.
Kalau persoalan ini menjadi haram atau enggak, ini bukan wilayah yang harus dimasuki MUI.


"Ini berlebihan. MUI tidak perlu ikut campur kebijakan publik. Kalau persoalan ini menjadi haram atau enggak, ini bukan wilayah yang harus dimasuki MUI," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/6/2011).

Menurut dia, pemerintahlah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kebijakan pengendalian penggunaan premium. Campur tangan MUI akan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya melakukan kontrol.

Lagipula, menurut politisi PDI-P ini, fatwa MUI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat yang bisa menjamin warga negara untuk menaatinya. "Saya kasihan dengan MUI kalau (fatwanya) tidak dijalankan publik. Ini menunjukkan ketidakcerdasan (pemerintah) dalam masalah dengan bersandar pada MUI," tandasnya.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Wacana fatwa MUI dalam penggunaan BBM bersubsidi mengemuka setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh bertemu dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Ma'ruf Amin, di Kementerian ESDM, Senin (27/6/2011) lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Kementerian ESDM mengajak MUI turut berpartisipasi dalam kampanye pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Sejauh ini, pihak MUI menyebutkan hal tersebut masih wacana.

Sumber:

Andi Nurpati Yang Kontroversial


Perilaku Andi Nurpati mantan Komisioner KPU yang akhirnya menjadi partisan Partai Demokrat menjadi sorotan publik,dari sepak terjangnya yang menghebohkan dengan pindah ke Partai Demokrat saja sudah banyak membuat pergunjingan di masyarakat,bahwa “ada udang di balik batu” atas Andi Nurpati ; Dimana dicurigai sejak awal memang Partai Demokrat sudah memasang “mata-mata” di segenap lini yang berhubungan dengan Pemilu 2009 yang lalu,tujuannya untuk memenangkan dengan segala cara Partai Demokrat dan SBY pada Pemilu 2009 yl.

Memang,yang namanya kebusukan sulit untuk disimpan terlalu lama dalam ranah keterbukaan informasi sekarang ini,hal yang sangat berbeda bila itu terjadi pada era ORBA dimana semuanya bisa tersimpan rapat sampai berpuluh-puluh tahun bahkan ceritanya pun bisa berganti seolah apa yang dilakukan antek-2 Orba adalah suatu tindakan kepahlawanan.

Dengan keterbukaan informasi & Pers menjadi salah satu pilar Demokrasi ,maka sulit sekali sekarang menyimpan kebusukan terlalu lama dalam hal ber-demokrasi,sehingga sekarang ini yang dibutuhkan oleh para politisi busuk adalah dengan memasang muka tebal,muka badak dan kalau bisa “buang muka” untuk menghindari caci-maki serta mungkin lemparan kotoran sekalipun harus bisa dihindari dengan sigap. itulah yang terjadi pada wajah politisi Indonesia saat ini,tidak terkecuali Andi Nurpati.

Lihatlah,bagaimana Andi Nurpati begitu tenang saat di-konfrontir oleh orang-2 yang dengan tegas bertentangan dengan pernyataan-2nya pada saat dilakukan tanya-jawab oleh panja mafia pemilu DPR kemarin. Jadi,memang sudah hilanglah rasa malu Andi Nurpati itu ….berbeda dengan salah satu komisioner KPU yang masih aktif yang diwawancari oleh TV-One,sampai mengeluarkan air mata dan menahan kesedihan akibat masalah yang menghebohkan itu (surat aspal MK),bahkan dirinya sendiri merasa gagal berada di KPU (Puji Syukur masih ada pejabat negara yang masih tahu dirinya gagal,katimbang para menteri sekarang yang sudah tidak tahu malu dan merasa tidak gagal,walau ada WNI yang dihukum pancung akibat kegagalannya memimpin departemennya)

Kontroversi Andi Nurpati lainnya adalah merasa tidak bersalah dan seolah mendapat dukungan dari ormas Muhammadiyah,padahal bisa jadi itu hanya dukungan dari teman-2 pribadi ybs dan bukan kelembagaannya,tapi klaim seolah didukung oleh Ormas tsb adalah suatu tindakan kontroversi,dan seharusnya Ketua Umum ormas tersebut segera membantahnya bila itu tidak benar,sebab bila tidak dibantah maka akan terjadi pembelokan berita,bahwa tindakan Andi Nurpati didukung oleh salah satu ormas Islam yang berpengaruh di Indonesia.

Dari wajah dan penampilan Andi Nurpati yang seolah “islami” memunculkan pendapat bahwa betapa munafik-nya Seorang Andi Nurpati tersebut,sudah “ditelanjangi” oleh Mahfud MD begitu rupa masih saja seolah belum “telanjang” …..

Sungguh sikap yang kontroversial,begitukah wajah para politisi Indonesia saat ini? Sudah tidak punya rasa malu………..

sumber: http://politik.kompasiana.com/2011/07/01/andi-nurpati-yang-kontroversial/