Wednesday 13 May 2009

SBY LEMAH DALAM KOMUNIKASI

Tiba-tiba saja kita semua dikejutkan oleh sosok Boediono, seorang  teknokrat yang sangat mumpuni di bidang ekonomi. Dia dikenal terampil, cerdas dan bersih. Guru Besar UGM itu kini akan dijadikan Calon Wapres mendampingi SBY.
Tentu banyak orang setuju, tapi banyak juga yang tidak setuju. Bagi yang tidak setuju karena 4 alasan: 1). Kalau Boediono menjadi Wapres dipastikan dia tidak akan bisa konsentrasi menyelesaikan masalah ekonomi yang masih ribet ini. 2).Boediono bukan politikus atau basisnya bukan politik, sehingga nantinya diprediksi akan mengalami kesulitan di DPR disaat akan mewakili Pemerintah menyelesaikan suatu persoalan,  karena Boediono bukan praktisi politik, dia bukan orang yang ahli dalam mengomunikasikan ide yang berkaitan dengan politik, 3). Boediono adalah orang Jawa, SBY juga orang Jawa dikhawatirkan tanpa kombinasi Jawa/luar jawa akan menjadi masalah nantinya walaupun secara teoritis hal itu tidak relevan lagi, namun secara psykologis politik  kombinasi Jawa luar Jawa itu tetap dibutuhkan, 4).Boediono dicitrakan sebagai penganut paham neo liberalisme. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang sedang digagas oleh hampir seluruh partai. Mereka berpandangan bahwa dalam rangka percepatan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Indonesia harus segera melepaskan diri dari genggaman neo liberalisme kemudian menggantinya dengan sistem ekonomi kerakyatan.

Selain itu muncul protes keras dari para Parpol mitra koalisi, seperti PKS, PAN dan PPP.  Protes mereka bukan karena unsur Boediono, tetapi lebih dari sekedar persoalan "komunikasi" yang salah dari SBY. Memang SBY memiliki hak untuk menentukan sendiri Cawapresnya akan tetapi untuk urusan penting seperti ini sebaiknya SBY berunding  atau berbicara secara langsung tanpa melalui perantara, kepada tokoh-tokoh partai pendukung. Hal ini penting agar dukungan terhadap pasangan Capres semakn solid. Di samping itu agar Partai-partai pendukung bisa menjelaskan kepada konstituennya, "mengapa Boediono".

Akibat komunikasi yang buruk ini pula,  partai pendukung merasa diinferiorkan sedangkan SBY seakan-akan superior, padahal tanpa partai pendukung SBY tidak akan ada artinya, sekalipun nantinya SBY memenangkan Pemilu.

Publik juga menduga salah satu faktor keretakan antara Demokrat (SBY) dengan Golkar (JK) adalah faktor komunikasi yang buruk.   

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan "sementara"  salah satu kelemahan SBY adalah komunikasi. Tetapi apakah bisa diprediksi ke depan koalisi akan bertahan dengan manajemen komunikasi seperti itu?

Wallahualam bissawaf.
 

1 comment:

jek said...

Siapa bilang budiono bersih?