Satu waktu dipermulaan abad dua puluh seorang ulama dari Borneo, Muhammad Basyuni ‘Imran [dalam edisi Inggris, Muhammad Bisyooni 'Umran] berkirim surat kepada Rasyid Ridha yang memintanya untuk meneruskan dua buah pertanyaan agar dijawab oleh sang pangeran kefasihan (prince of eloquence) Amir Syakib Arsalan.
Pertanyaan pertama, mengapa kaum muslimin mengalami kelemahan dan kemunduran yang merata di seluruh dunia, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Pertanyaan kedua, apakah yang menyebabkan kemajuan bangsa Eropa, Amerika dan Jepang ? Apakah dimungkinkan bagi kita, kaum muslimin, untuk juga maju dan pada saat yang sama tetap komitmen dengan agama mereka ?
Maka lahirlah, kemudian, buku Limadza Ta-akhharal Muslimuna Wa Taqaddama Ghairuhum ?, Mengapa Kaum Muslim Mundur dan Yang Lainnya Maju ?. Buku ini kemudian menjadi sangat terkenal di dunia islam.
Mengapa begitu terkenal ? Karena kompetensi dan terkenalnya sang penulis [Amir Syakib Arsalan], juga karena pertanyaan [tema] yang coba dijawabnya, dan jaringan majalah Al Manar yang dikelola oleh Rasyid Ridha. Dalam bahasa Indonesia terjemahan buku ini diterbitkan tahun 1954 oleh K.H. Munawwar Chalil, dengan beberapa tema [bab] tambahan yang disisipkannya.
Fenomena Dunia Islam
Kemunduran umat Islam adalah gejala yang merata di seluruh dunia Islam. Perbedaannya hanya pada derajat saja. Mengapa umat islam mundur ? Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah diketahui terlebih dahulu apa yang menyebabkan majunya umat Islam di kurun awal. Syakib Arsalan menyatakan faktor keagamaan, Islam, menjadi faktor pendorong utama kemajuan bangsa arab dahulu.
Bagaimana faktor Islam ini dioperasionalkan, kata kuncinya terletak pada iman [keyakinan] dan amal [aksi], yang tidak terpisahkan dalam islam. Hal ini menuntut pada umat untuk memenuhi kualifikasi yang menuntutnya ke gelanggang perjuangan, jihad. Karakter yang tidak mencukupkan identitas keislaman pada atribusi atau sekadar pada nama atau aktifitas kesalehan pribadi semata-mata.
Kontras terhadap karakter pejuang, jihad pendahulunya umat islam saat ini [awal abad kedua puluh] kehilangan gairah, semangat dan kesetiaan terhadap keimanannya. Hal ini digambarkan oleh Syakib Arsalan dalam beberapa fenomena berikut :
Rendahnya semangat untuk memberi dan berkorban. Syakib Arsalan menggambarkan betapa pengorbanan yang diberikan oleh orang-orang Barat untuk membela negeri mereka, sebagaimana terjadi dalam perang dunia I. Jutaan orang tewas. Demikian pula dengan pengorbanan harta, jutaan dolar hilang untuk membela kepentingan bangsa mereka. Syakib Arsalan mengkontraskan itu semua dengan pengorbanan yang diberikan oleh umat Islam untuk membela negeri mereka, saudara mereka.
Pengkhianatan para elite. Perjuangan umat islam dalam menghadapi bangsa penjajah seringkali mentah atau gagal atau terintangi karena pengkhianatan elite mereka dalam perjuangan, baik elite kepemimpinan maupun elite intelektual, ulama.
Mengapa Umat Islam Mundur ?
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas Syakib Arsalan mencatat beberapa penyebab kemunduran umat Islam.
Kebodohan. Bukan cuma kebodohan yang sesungguhnya, tetapi juga pengetahuan setengah-setengah yang dimiliki oleh beberapa kalangan umat. Bahkan pengetahuan setengah-setengah lebih berbahaya dari kebodohan.
Karakter [akhlaq], moralitas yang rendah. Kemajuan memiliki akhlaq atau karakter yang mendukungnya semisal, keberanian, keteguhan, kesabaran [determinasi diri], mengembangkan kapasitas intelektual.
Degradasi yang menginfeksi para elite, penguasa. Sikap despotik, menganggap rakyat sebagai makhluk yang diciptakan bagi mereka, sewenang-wenang.
Rasa takut, pengecut dan rendah diri, perasaan tidak berdaya, sekedar menjadi objek tertuduh [victims].
Responsi Umat Islam Terhadap Kemajuan Barat
Syakib Arsalan kemudian memetakan dua responsi ekstrem yang diberikan oleh sebagian kalangan umat Islam dalam menyikapi kemajuan Barat. Profil pertama adalah mereka yang ultra-modern, zaahid [ingkar-pembantah], yang mengingkari sejarah dan identitas kultural mereka, yang ingin mengesampingkan agama dari kehidupan sosial dan kemajuan, yang ingin melikuidasi agama dari kehidupan sosial politik, yang ingin membangun wilayah itu menjadi wilayah netral agama.
Profil kedua adalah mereka yang menganut konservatisme ekstrem [jamid, enggan berubah], yang menolak ilmu pengetahuan semata-mata karena ia adalah produk orang kafir, yang bersikap fatalistik, yang menutup diri dan mencukupkan dengan warisan tradisi semata-mata.
Kedua profil diatas membawa sikap yang tidak tepat. Syakib Arsalan membantah sikap pertama dengan mengajak mereka untuk memikirkan lebih dalam fenomena sejarah bangsa-bangsa yang maju adakah mereka melepaskan identitas religius [keagamaan] dan kultural mereka.
Eropa [dengan negara-bangsa yang beraneka], Jepang justru menegaskan dan memelihara identitas keagamaan dan kultural mereka. Untuk membantah sikap kedua, Syakib Arsalan mengutip ayat-ayat yang mengajak untuk optimis, bekerja, dan menghilangkan sikap fatalistik dalam kehidupan. Ia juga mengingatkan sikap konservatisme ekstrem akan memuluskan para penjajah untuk menduduki negeri mereka.
Apakah Mungkin Umat Islam Maju Sekaligus Bertahan Dalam Islam ?
Syakib Arsalan mengafirmasi secara positif kemungkinan ini. Jepang bisa menjadi pelajaran. Islam sendiri mampu memberikan dorongan dan motivasi internal untuk meraih kemajuan, sebagaimana dulu ia pernah meraih kejayaan. Bagaimana memulainya ? Atau darimana memulai langkah menuju kemajuan itu ? Syakib Arsalan menjawab terletak pada semangat untuk memberi dan berkorban.
Ini adalah akar awal untuk memulai, yang mungkin agak mengejutkan; mengapa bukan dimulai dari meraih ilmu pengetahuan modern terlebih dahulu.
Rujukan
Mengapa Kaum Muslim Mundur. Al Amir Syakib Arsalan. Penerbit Bulan Bintang, 1992 [cet 1. 1954].
Our Decline, Its Causes and Remidies. Amir Shakib Arsalan. Islamic Book Trust, Kuala Lumpur. 2005.
No comments:
Post a Comment