Mungkin agak terlambat saya memposting, sekalipun sebenarnya sudah lama memiliki file ini (2001) tetapi saya merasa isinya masih relevan untuk diposting kembali, sebuah tulisan dari Muqtedar Khan, Ph.D. Direktur Kajian Internasional, Adrian College, Michigan, Ikatan Sarjana Muslim Ilmu-ilmu Sosial Pusat Studi Islam dan Demokrasi.
Berikut tulisannya
Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah dan Pengasih. Semoga Anda sekalian berada dalam naungan Islam dan memperoleh nikmat ampunan, lindungan dan rahmat Allah.
Saya menulis catatan ini dengan maksud yang jelas untuk mengajak Anda semua untuk memimpin komunitas Muslim Amerika untuk berpikir masak-masak, merenung dan menilai kembali.
Yang terjadi pada 11 September di New York dan di Washington, D.C. akan tetap menjadi cacat yang mengerikan dalam sejarah Islam dan kemanusiaan. Betapa pun besarnya kita mengecamnya, dan merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah untuk mendukung bahwa Islam mengharamkan pembunuhan orang tak berdosa, kenyataannya adalah bahwa para pelaku kejahatan terhadap manusia itu sudah mengindikasikan bahwa tindakan mereka didukung oleh nilai-nilai Islam.
Kenyataan bahwa sekarang sejumlah cendekiawan Muslim dan ribuan Muslim membela si tertuduh merupakan indikasi bahwa tidak semua Muslim percaya bahwa serangan itu tidak Islami. Ini benar-benar menyedihkan.
Kalaupun benar bahwa Israel dan A.S. adalah musuh-musuh Dunia Islam (saya heran apa yang menghalangi mereka sehingga mereka tidak melepas senjata nuklir mereka melawan kaum Muslim), maka suatu tanggapan yang secara keji membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk ratusan kaum Muslim, adalah benar-benar tidak dapat dibela. Kalau di dalam lubuk hati Anda ada semacam simpati terhadap mereka yang melakukan tindakan tersebut, saya minta Anda untuk mengajukan pertanyaan ini: Mungkinkah Nabi Muhammad S.A.W. akan menyetujui tindakan seperti itu?
Kendati mendorong Muslim untuk menentang ketidakadilan (Al-Qur'an 4:135), Allah juga menerapkan peraturan yang keras tentang perang. Allah berfirman dengan tegas bahwa membunuh satu orang tidak berdosa sama dengan membunuh seluruh umat manusia (Al-Qur'an 5:32). Allah juga mendorong umat Muslim untuk mengampuni umat Yahudi dan Kristen jika mereka melakukan ketidakadilan terhadap kita (Al-Qur'an 2:109, 3:159, 5:85).
Umat Muslim, termasuk Muslim Amerika sudah bertindak sangat munafik. Mereka memprotes tindakan sewenang-wenang Israel namun diam saja menyaksikan diskriminasi di negara-negara Islam. Di kawasan Teluk Parsi kita bisa menyaksikan betapa undang-undang dan bahkan gaji ditentukan berdasarkan asal-usul etnik. Ini rasialisme, tapi kita tidak pernah mendengar ada umat Muslim yang memprotes mereka di forum-forum internasional.
Pendudukan Israel atas Palestina mungkin merupakan kekecewaan utama umat Islam terhadap Barat. Kendati mengakui hal tersebut, saya harus mengingatkan bahwa Israel memperlakukan satu juta warganya keturunan Arab dengan lebih hormat dan bermartabat daripada kebanyakan bangsa Arab memperlakukan warga mereka. Kini pengungsi Palestina dapat bermukim dan menjadi warga negara Amerika Serikat, namun di tengah-tengah semua retorika fasih dari Dunia Arab tersebut dan perintah Al-Qur'an (24:22), tak satu pun negara Islam, kecuali Yordania, memberi dukungan seperti ini kepada mereka.
Sementara kita dengan keras dan konsisten mengutuk Israel atas perlakuan buruknya terhadap bangsa Palestina, kita diam saja ketika rezim-rezim Muslim melanggar hak-hak umat Muslim dan membunuh ribuan di antara mereka. Ingatkah pada Saddam dan penggunaan senjata kimia terhadap umat Muslim (Kurdi)? Ingatkah pada tindakan berlebihan tentara Pakistan terhadap umat Muslim (Bengali)? Ingatkah pada kaum Muhajidin di Afganistan dan tindakan saling bantai mereka? Pernahkah kita mengutuk mereka atas ekses-ekses mereka? Sudahkah kita memintakan campur tangan internasional atau hukuman terhadap mereka? Tahukah Anda bagaimana keluarga Saudi memperlakukan minoritas Syiah? Sudahkah kita memprotes pelanggaran atas hak-hak mereka? Tapi kita bersemangat sekali mengecam Israel; bukan karena kita peduli pada hak-hak dan kehidupan bangsa Palestina, bukan. Kita mengutuk Israel karena kita "membenci" mereka.
Umat Islam senang tinggal di Amerika tapi juga membencinya. Banyak yang secara terbuka mengatakan bahwa A.S. adalah negara teroris tapi mereka terus tinggal di situ. Keputusan mereka untuk tinggal di sini merupakan bukti bahwa mereka lebih suka tinggal di sini daripada di tempat lain. Sebagai Muslim India, saya tahu dengan pasti bahwa tidak ada tempat lain di dunia, termasuk India, di mana saya akan mendapatkan rasa martabat dan penghormatan yang sama dengan yang sudah saya terima di A.S. Tak ada satu negara Muslim pun yang akan memperlakukan saya sebaik di A.S. Seandainya saja peristiwa 11 September itu terjadi di India, negara demokrasi terbesar di dunia, ribuan kaum Muslim sudah akan terbantai dalam kerusuhan-kerusuhan yang hanya berdasarkan pada kecurigaan dan akan ada pembantaian lagi setelah penyebabnya jelas.
Tapi di A.S., prasangka dan ketakutan pada orang asing telah ditekan oleh media dan para pemimpin. Di banyak tempat ratusan orang Amerika telah berkumpul di pusat-pusat kegiatan Islam menunjukkan lambang perlindungan dan rangkulan terhadap umat Muslim. Di banyak kota jemaah Kristen mulai memakai jilbab untuk mengidentifikasikan diri mereka dengan para Muslimah sesama warga negara. Dalam kesabaran dan toleransi, banyak warga Amerika biasa telah menunjukkan kebajikan mereka yang luar biasa.
Sudah saatnya kita mengakui bahwa berbagai kebebasan yang kita nikmati di A.S. lebih kita kehendaki daripada solidaritas dangkal dengan Dunia Islam. Jika Anda tidak setuju, buktikanlah dengan mengemasi tas-tas Anda dan pergilah ke negara Muslim mana saja tempat Anda mengidentifikasikan diri. Jika Anda tidak pergi dan tidak mengakui bahwa Anda lebih suka tinggal di sini daripada di tempat lain, Anda tahu Anda sedang bersikap munafik.
Sudah saatnya kita menghadapi segala kemunafikan ini dan berusaha mengatasinya. Sudah saatnya para pemimpin Islam Amerika berjuang memurnikan diri mereka dengan nama Islam.
Selama lebih satu dasawarsa ini kita menyaksikan umat Muslim atas nama Islam melakukan kekejaman terhadap Muslim lain dan orang lain. Kita senantiasa menemukan cara untuk mencocokkan jarak yang sangat jauh antara nilai-nilai Islam dan praktek Islam dengan menunjuk pada ketidakadilan yang dilakukan terhadap Muslim oleh pihak lain. Intinya adalah demikian: keyakinan kita pada Islam dan komitmen kita pada nilai-nilai Islam tidak bergantung pada tingkah-laku moral A.S. dan Israel. Dan sebagai Muslim, dapatkah kita berduka atas penghilangan nyawa secara tidak berperikemanusiaan dan keji itu atas nama Islam?
Korban-korban terbesar dari politik yang penuh kebencian sebagaimana terwujud dalam tindakan-tindakan beberapa milisi Muslim di seluruh dunia adalah Muslim pula. Kebencian merupakan bentuk ekstrem dari tidak adanya toleransi dan jika ada individu atau kelompok yang tunduk padanya, mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak konstruktif. Milisi seperti Taliban sudah menyebabkan kebencian mereka pada Barat mengabaikan kewajiban mereka untuk memajukan kesejahteraan rakyat mereka dan sebagai akibat dari tindakan mereka bukan saja ribuan orang tak bersalah sudah tewas di Amerika, tapi ribuan orang juga akan tewas di Dunia Muslim.
Sudah setengah juta rakyat Afganistan terpaksa harus meninggalkan rumah dan negeri mereka. Tapi perang justru akan bertambah buruk. Hamas dan Jihad Islam mungkin bisa membunuh beberapa orang Yahudi, termasuk wanita dan anak-anak, dengan bom bunuh diri mereka dan untuk sementara dapat memuaskan rasa haus mereka akan darah Yahudi, tapi ribuan orang Palestina nantinya harus membayar harga dari tindakan mereka.
Budaya kebencian dan pembunuhan mulai mengoyak-oyak jalinan moral masyarakat Muslim. Kita lebih memberi perhatian pada "orang lain" dan sama sekali sudah lupa pada kewajiban kita terhadap Allah. Dalam upaya menegakkan jihad kecil, kita sudah mengorbankan jihad besar.
Kebangkitan Islam, cita-citanya yang luhur untuk memperoleh tujuan akhir berupa keadilan universal dan masyarakat yang bermoral sudah dibajak oleh kebencian dan seruan bagi pembunuhan dan aniaya. Kalau saja bin Laden itu hanya satu orang saja, maka kita tidak akan ada masalah. Namun sayangnya bin Laden sudah menjadi semacam fenomena - sebuah kanker yang menggerogoti moralitas kaum muda kita, dan mencemari kesehatan rohani masa depan kita.
Sekarang kebangkitan Islam yang telah berlangsung seabad ini berada dalam bahaya karena kita telah membiarkan kegilaan menyelemuti kearifan penilaian kita. Ya, A.S. telah berperan dalam penciptaan sosok bin Laden dan Taliban, namun kitalah yang telah membiarkan mereka berkembang dan memperoleh pijakan kuat. Merupakan kewajiban kita untuk memantau dunia kita. Adalah tanggung jawab kita untuk mencegah orang menyalahgunakan Islam. Adalah pekerjaan kita untuk memastikan Islam tidak disalahartikan. Mestinya sudah kita pastikan bahwa apa yang telah terjadi pada 11 September seharusnya tidak pernah terjadi.
Kini saatnya bagi para pemimpin Muslim Amerika untuk bangkit dan menyadari bahwa ada lebih banyak hal bagi kehidupan daripada sekadar menyaingi lobi Yahudi Amerika untuk mencari pengaruh dalam kebijakan luar negeri A.S. Islam tidak bicara soal mengalahkan kaum Yahudi atau menaklukkan Jerusalem. Islam bicara soal kemurahan hati, tentang kebajikan, tentang pengorbanan dan tentang kewajiban. Di atas itu semua adalah usaha mencapai kesempurnaan moral. Tak ada yang bisa lebih menjauhkan diri kita dari kesempurnaan moral ketimbang pembantaian keji atas ribuan orang tak berdosa. Saya harap sekarang kita akan kembali mengabdikan hidup kita dan lembaga kita untuk memperoleh keharmonisan, perdamaian dan toleransi. Mari kita siapkan diri untuk lebih menanggung ketidakadilan daripada menciptakan ketidakadilan.
Bagaimanapun, kitalah yang mengemban tanggung jawab suci Islam dan bukan orang lain. Kita harus lebih baik secara moral, lebih murah hati, dan lebih berkorban daripada yang lain, jika kita ingin meyakinkan dunia tentang kebenaran pesan agama kita. Kita bahkan tidak boleh sejajar dengan pihak lain dalam soal kebajikan, kita harus mengungguli mereka.
Sekarang saatnya untuk mempertimbangkan masak-masak. Bagaimana mungkin pesan dari Nabi Muhammad S.A.W., yang diutus sebagai rahmat bagi umat manusia, bisa berubah menjadi sumber teror dan ketakutan? Bagaimana mungkin Islam memberi ilham kepada ribuan kaum muda agar membaktikan hidup mereka untuk membunuh manusia lainnya? Seharusnya kita mengundang orang untuk datang kepada Islam, bukannya membunuh mereka.
Pameran terburuk tentang Islam telah terjadi di depan mata kita sendiri. Kita harus menjadi pihak yang pertama untuk memikul tanggung jawab membersihkan kebatilan yang baru saja terjadi. Ini adalah mandat bagi kita, tanggung jawab kita dan juga kesempatan kita.
No comments:
Post a Comment