Monday 28 July 2014

Mengapa Tidak Mencontoh Sistem Pendidikan Ala Finlandia?

Gina Gustina
Finlandia, sebuah negara bagian Eropa Utara yang merupakan produsen ponsel bermerk Nokia–diklaim sebagai negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik nomor satu di dunia. Berdasarkan suvei PISA (Programme for International Study Assessment) yang dilakukan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)–yang mana survei ini merupakan alat untuk mengukur dan melakukan komparasi terkait kemampuan belajar siswa berumur 15 tahun dari berbagai negara dilihat dari kecakapan baca tulis, sains, dan matematika–negara ini berhasil menempatkan dirinya pada urutan ketiga teratas setelah Cina dan Korea (hasil survei PISA 2009). Meskipun tidak berada di posisi pertama, namun Finlandia terbukti secara serius dan konsisten mampu mempertahankan posisinya di urutan teratas–sejak survei PISA tahun 2000 hingga tahun 2009.

Ada apa dengan sistem pendidikan di Finlandia?

Finlandia berhasil menjadikan dirinya sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik nomor satu di dunia. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerja keras dan keseriusan pemerintah untuk melakukan komitmen demi mensukseskan pendidikan nasional. Ada beberapa prosedur dalam sistem pendidikan di Finlandia yang berbeda dengan sistem pendidikan negara lainnya di dunia.
  • Finlandia tidak menerapkan sistem stratifikasi sekolah, tidak ada istilah sekolah favorit atau pun sekolah rakyat. Semua sekolah di negara ini adalah sama, namun yang menjadi pembeda adalah opsi pelajaran bahasa dan olah raga. Sehingga setiap orang di sana menentukan pilihan sekolahnya bukan berdasarkan cluster sekolah terfavorit atau termahal, tetapi berdasarkan jenis bahasa dan olah raga yang ingin ia pelajari. Hampir semua sekolah merupakan milik pemerintah. Pemerintah tidak membeda-bedakan antar sekolah, karena setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang sama mapan.

  • Finlandia menerapkan konsep testless dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, siswa tidak terlalu banyak dibebani oleh tes atau ujian, bahkan tidak ada UTS, UAS, atau ujian nasional seperti yang dilakukan di Indonesia. Siswa menempuh tes hanya ketika ia akan memasuki perguruan tinggi saja. Ujian tidak banyak dilakukan karena ujian adalah alat evaluasi yang sifatnya mengukur kemampuan secara generik dan tidak mampu melihat kecerdasan setiap siswa secara spesifik–karena setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan berbeda-beda. Guru di finlandia hanya berfokus pada upaya-upaya untuk mengoptimalkan kecerdasan siswa melalui bimbingan aktivitas pembelajaran di kelas.

  • Kualifikasi guru S2 (Master) dan sudah mengikuti pelatihan keguruan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan. Dengan adanya standardisasi pendidikan yang tinggi bagi guru-guru di Finlandia, maka pengelolaan pendidikan akan semakin baik, karena guru adalah subjek yang paling berpengaruh di dalam kelas–sekalipun ketika menerapkan metode student centered.

  • Kurikulum bersifat fleksibel. Artinya, kurikulum didesain dan diserahkan kewenangannya pada pemerintah daerah berlandaskan budaya dan kearifan lokal–karena potensi dan karakteristik setiap daerah tidaklah sama. Sehingga masing-masing daerah dapat mengoptimalkan setiap potensinya.

  • Pendidikan di Finlandia tidak menerapkan sistem ranking. Karena pendidikan diciptakan sebagai alat untuk bekerja sama, bukan sebagai alat untuk bersaing dan berkompetisi. Sistem ranking dianggap dapat melumpuhkan motivasi siswa untuk belajar.
Bagaimana dengan sistem pendidikan di Indonesia?

Katanya Indonesia ingin bangsanya maju, kualitas hidupnya nomor satu, perekonomian mapan, beradab dan berbudi pekerti. Bisa saja, tapi semua angan-angan itu berakar dari pendidikan. Silakan saja untuk serius dulu memapankan sistem pendidikan. Karena tingkat dan kualitas pendidikan sangat menentukan kualitas hidup dan moral suatu bangsa. Mengapa Indonesia belum berani menerapkan sistem pendidikan ala Finlandia? Mengapa pemerintah rela mengeluarkan anggaran sebanyak ratusan milyar demi membiayai UN yang tidak terbukti mampu meningkatkan mutu pendidikan nasional–sedangkan membiayai fasilitas sekolah di daerah (di kampung dan di Indonesia Timur) saja masih belum berani? Padahal UN bukanlah merupakan alat evaluasi yang fair, karena setiap sekolah digeneralisasi dengan beban yang sama sulit (UN), namun tidak semua sekolah memperoleh fasilitas pendidikan yang sama mapan.

Berikut adalah beberapa rekomendasi dan poin pembanding terkait sistem pendidikan di Indonesia :
  • Ujian Nasional seharusnya ditiadakan, karena bukan merupakan alat evaluasi yang fair.

  • Belum ada riset dan survei yang membuktikan bahwa UN berhasil menaikkan mutu pendidikan di Indonesia, termasuk di negara lain. Ini yang menjadi alasan mengapa beberapa negara–di antaranya Cina dan Hongkong menhapus UN (meskipun baru sebatas penghapusan UN SD), karena dianggap menghambat perkembangan pendidikan.

  • Kurikulum seharusnya bersifat fleksibel dan berlandaskan kearifan budaya lokal. Misalnya, penerapan kurikulum tertentu pada sistem pendidikan masyarakat Bali untuk mengoptimalkan corak kebudayaan dan adat setempat, atau kurikulum tertentu yang diterapkan pada masyarakat daerah maritim untuk mengoptimalkan sumber daya kelautan  seperti daerah kepulauan di Indonesia Timur, dan penerapan kurikulum tertentu pada masyarakat Kalimantan untuk mengoptimalkan potensi kehutanan, dan lain-lain. Sistem pendidikan tersebut harus dikelola oleh pemerintah daerah, sedangkan pemerintah pusat tidak perlu melakukan generalisasi kurikulum.

  • Ujian Nasional tidaklah dibutuhkan, kecuali bila pendidikan di suatu negara sudah mencapai titik paripurna, dengan peran sebagai alat konfirmasi dan pembukti kualitas pendidikan yang dianggap sudah mapan, bukan sebagai alat kompetisi. Itu pun mekanismenya harus kembali diserahkan pada pemerintah daerah–karena pemerintah daerah yang lebih mengetahui karakteristik dan potensi masyarkatnya sendiri. Mungkin lebih tepatnya berganti nama menjadi Ujian Nasional Daerah.
Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/23/mengapa-tidak-mencontoh-sistem-pendidikan-ala-finlandia-553853.html

Sistem Pendidikan Indonesia Terburuk di Dunia, Apa yang Salah?

Ahmad Fauqy
Berdasarkan artikel yang diterbitkan 27 November 2012 pada website BBC, Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura.

Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.

Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan.

Lalu apa yang salah??

manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:

- Pendanaan. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.

Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.

- Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, “”Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.

Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.

- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.

- Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.

Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.

Sumber :
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/majal…on_ranks.shtml
- http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/J…Ind-Jerman.pdf
- Perbedaan Pendidikan Jerman dengan Indonesia « Irvan Tambunan | The Blog
- http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/~made/

Pendidikan Karakter Jepang, Cerminan Bangsa Maju

Oleh: Sri Hartuti
 
Menyebut kata “Jepang”, yang terlintas di benak kita pasti tak jauh-jauh dari profil suatu negara yang canggih, maju, stabil, berbudaya tinggi, dan menguasai teknologi dan industri. Sebenarnya, bagaimanakah sebuah negara kepulauan yang luasnya terbatas dan sering dilanda bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami mampu berjaya di dunia global sedemikian rupa? Kali ini kita akan melihat dari sistem pendidikan Jepang, mengapa mereka dapat maju hampir dalam berbagai bidang dan memiliki sumber daya manusia yang dapat diandalkan.

Kemajuan teknologi di Jepang, tak terlepas dari peran sistem pendidikan yang dikembangkan di negaranya. Pendidikan di Jepang mulai mengalami kemajuan sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji Ishin) dan bertambah pesat setelah masa pendudukan Amerika Serikat (setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II).

Tekad dan semangat bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan sangat patut diacungi jempol, sebagaimana hasilnya dapat kita saksikan saat ini.
Pendidikan memegang peranan yang signifikan pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pendidikan sedari dini, yang ditanamkan kepada siswa Jepang di sekolah dasar lebih ditekankan kepada pendidikan karakter dan pendidikan nilai-nilai moral. Sebagai contoh, dalam penyampaian mata pelajaran moral, tentang berbohong, pendekatan yang dilakukan oleh guru Jepang adalah tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur, namun dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-akibat berbohong.

Tidak ada yang malu bertanya dan mentertawakan teman yang sedang bertanya, bahkan dalam menjawab pertanyaan guru pun, semuanya beradu cepat serentak mengacungkan tangan seraya meneriakkan “haik” dengan lantang. Diskusi interaktif itu menggiring siswa untuk berpikir tentang pentingnya melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan. Tidak ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini. Untuk mengecek pemahaman siswa tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang tema moral tertentu. Kadang mereka juga diputarkan film yang memiliki muatan moral yang akan diajarkan, kemudian mendiskusikan makna dari film tersebut.

Hal yang bertolak belakang dengan apa yang kita lihat di Indonesia, penyampaian pelajaran moral di sekolah lebih banyak hanya berupa doktrin, sebatas ritual dan hafalan belaka tanpa diikuti penjelasan makna mengapa semua itu harus dilakukan. Padahal, yang lebih penting adalah menanamkan pemahaman dan kesadaran pada anak mengapa suatu hal harus dan tidak boleh dilakukan.

Bercermin dari keberhasilan masyarakat Jepang dalam mendidik generasi penerus bangsanya melalui pendidikan karakter dari usia dini, hendaknya pendidikan moral dan karakter di Indonesia perlu dikembangkan dengan pola berpendapat melalui diskusi interaktif, dan sistem evaluasinya tidak dilakukan dalam bentuk multiple choice, melainkan dalam bentuk uraian dimana siswa dapat menjelaskan argumennya, sehingga dapat menunjukkan sejauh mana pemahaman siswa terhadap pendidikan moral itu sendiri, disamping itu peran keluarga dirumah, terutama ibu hendaknya juga dilibatkan dalam pendidikan moral ini demi menunjang keselarasan antara ilmu yang didapatkan di bangku sekolah dengan contoh pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh menarik yang mengajarkan tentang teamwork dan kepemimpinan, terlihat dari sistem keberangkatan siswa SD Jepang ke sekolah mereka. Siswa SD Jepang diharuskan berjalan kaki ke sekolah, mereka berkumpul di pos masing-masing tiap-tiap wilayah secara berkelompok, tidak ada yang berjalan sendiri, saling menunggu dan akan berangkat apabila anggota kelompok sudah lengkap, mereka berjalan berbaris di pimpin anggota kelas 6 yang berjalan di urutan paling depan. Jadwal masuk pintu gerbang sekolah hanya 10 menit, dari pukul 7:50-8:00. Menariknya, kelompok pertama yang mencapai gedung sekolah tidak akan memasuki gerbang sekolah terlebih dahulu, mereka berbaris rapi di depan gerbang, menunggu kedatangan kelompok yang lainnya.

Begitu kelompok berikutnya tiba, mereka saling mengucapkan salam, “ohayougozaimasu! (selamat pagi), disambut langsung dengan jawaban “ohayougozaimasu!” kembali. Lalu mereka menyambung barisan menanti teman-teman lainnya datang, membuat barisan menjadi semakin panjang. Begitu kelompok terakhir datang, kelompok-kelompok tersebut memasuki pintu gerbang dengan barisan yang rapi, tidak berpencar, tanpa ada keributan, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Meskipun dalam cuaca dingin bersalju, semua siswa tetap melakukannya dengan penuh semangat, rasa sabar yang tinggi dan tanpa berkeluh kesah.

Belajar dari hal tersebut diatas, dapat kita jadikan sebagai contoh dan ide yang bernilai apabila diterapkan juga kepada siswa di Indonesia, sehingga mampu mengajarkan arti tanggung jawab dan peran seorang siswa untuk bekerja sama dalam sebuah tim.

Berjalan efektifnya suatu metoda ajar dalam dunia pendidikan, tak terlepas dari peran seorang guru, sebab guru lah yang menjadi sosok teladan dan contoh yang baik bagi siswanya. Di Jepang sendiri, dengan diadakannya pelatihan guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya, mampu menghasilkan guru-guru dengan kualitas yang sangat baik.

Perbaikan yang kita lakukan dalam bidang pendidikan dinegara kita tidak akan berhasil jika hanya dilakukan pada satu sisi. Seharusnya reformasi dilakukan menyeluruh agar sistem yang benar-benar berjalan baik dapat dihasilkan. Salah satu langkah yang paling penting dan efektif dalam reformasi sistem pendidikan kita adalah memperbaiki kualitas, kinerja dan penghargaan terhadap guru. Kualitas dan kinerja guru dapat dilakukan dengan meningkatkan komitmen dan kompetensi guru. Guru harus memiliki pemahaman yang mendalam atas materi yang akan disampaikan dan mampu menyampaikan materi dengan penuh kreatifitas dan improvisasi yang orisinil, sehingga proses belajar mengajar terasa segar dan alami. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan guna mengembangkan kemandirian guru dan memberikan otonomi serta kebebasan yang lebih luas pada sekolah dan guru. Penghargaan terhadap profesi guru pun perlu ditingkatkan.

Semoga pendidikan karakter yang diperlihatkan masyarakat jepang, bisa menjadi contoh bagi kita semua, bahwa bangsa yang maju, tercermin dari karakter dan moral yang diperlihatkan oleh masyarakatnya sendiri.

Saya (Sri Hartuti, 26) merasa sangat beruntung bisa memperoleh Beasiswa Unggulan dari Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kemendiknas untuk mengenyam pendidikan S3 di Universitas Gifu, Gifu-Jepang, selain mendapatkan ilmu, juga turut mendapatkan karakter pendidikan mereka yang mereka tanamkan sejak kecil terasa hingga mereka menjadi dosen di perguruan tinggi.
 ● Sri Hartuti, M.Eng. Mahasiswa Program Doktor Tahun Pertama, Division of Environmental Engineering, Gifu University, 1-1 Yanagido, Gifu 501-1193, JAPAN).(email: amy_srihartuti@yahoo.co.id)

Sunday 27 July 2014

Sejarah dan Filosofi Toga

Toga” itu berasal dari pakaian bangsa romawi pada zaman dahulu kala. Kala itu toga adalah kain sepanjang 6 meter (kurang lebih) yang dililitkan ke tubuh. Setelah abad ke-2 SM, Toga ini dikhususkan untuk laki-laki saja, adapun untuk kaum wanita mereka mengenakan Stola.

Stola pada awalnya merupakan syal yang dipakai menutupi bahu dan menjuntai ke bagian depan tubuh. Bentuk stola makin lama makin mengecil dan dihias sedemikian rupa karena stola dikembangkan menjadi tanda kehormatan. Kini stola dibuat menjadi lebih lebar dan dibuat dari berbagai jenis bahan.

Tali toga pertama-tama ditempatkan di sebelah kiri, makna filosofinya adalah selama menjadi pelajar/mahasiswa, kebanyakan yang kita pakai adalah bagian otak sebelah kiri. Kita semua tahu bahwa otak kiri itu hanya berhubungan dengan hafal-menghafal.

Nah, formalitas memindahkan tali toga dari sebelah kiri ke kanan maknanya adalah supaya setelah menjadi sarjana, kita tidak hanya menggunakan otak kiri saja. Namun juga harus lebih banyak menggunakan otak kanan atau keduanya. karena otak kanan berhubungan dengan kreativitas, inovasi dan imajinasi.

Juga berhubungan dengan pekerjaan yang harus dipilih para lulusan. Para sarjana tidak hanya memakai otak kiri saja atau hanya bekerja pada orang lain dengan tanpa kreativitas. Namun mereka harus mampu berpikir luas, kreatif, menciptakan lapangan pekerjaan (source : wikipedia, masstorry)



SEJARAH TOGA

Kata toga berasal dari tego, yg dalam bahasa latin bermakna penutup. biarpun umumnya dikaitkan dengan bangsa romawi, toga sesungguhnya berasal dari sejenis jubah yang dikenakan oleh pribumi italia, yaitu bangsa etruskan yang hidup di italia sejak 1200 sm. kala itu, bentuk toga belum berbentuk jubah, namun sebatas kain sepanjang 6 meter yg cara menggunakannya sebatas dililitkan ke tubuh. walau tak praktis, toga adalah satu-satunya pakaian yg dianggap pantas waktu seseorang berada diluar ruangan untuk menutupi tubuh mereka.

Sejarah toga sesudah itu berkembang di romawi waktu toga dijadikan busana orang-orang romawi. waktu itu toga adalah pakaian berupa sehelai mantel wol tebal yang dikenakan sesudah mengenakan cawat atau celemek. toga diyakini telah ada sejak era numapompilius, raja roma yang kedua. toga ditanggalkan bila pemakainya berada di dalam ruangan, atau bila melakukan pekerjaan berat di ladang, tetapi toga dianggap satu-satunya busana yang pantas bila berada di luar ruangan.

Perihal ini terbukti dalam sesuatu cerita cincinnatu yang adalah seorang petani, waktu ia masih membajak ladangnya, ia kedatangan para utusan senat dengan tujuan untuk mengabari dirinya telah dijadikan diktator atau penguasa. diceritakan dalam riwayat itu, begitu cincinnatu lihat mereka, dia serta merta menyuruh isterinya mengambilkan pakaian toganya dari tempat tinggal untuk dikenakannya hingga utusan-utusan itu bisa disambut dengan layak. cerita tentang cincinnatu ini sebenarnya belum dapat diuji validitasnya, namun hadirnya cerita itu justru semakin menunjukkan sentimen penghormatan bangsa romawi terhadap toga.

MENYIBAK KEGELAPAN

Bukan tanpa alasan,toga berwarna hitam.Seperti yg kita tahu,hitam sering diidentikkan dgn hal yg misterius dan gelap.Nah,misteri dan kegelapan inilah yg harus dikalahkan sarjana.Dengan memakai warna hitam,diharapkan para sarjana mampu menyibak kegelapan dgn ilmu pengetahuan yg selama ini didapat.

Warna hitam juga melambangkan keagungan-karena itu, selain sarjana,hakim dan sebagian pemuka agama juga menggunakan warna ini sebagai jubahnya.

Lalu,apa makna bentuk persegi pada topi toga? Well,sudut-sudut tersebut melambangkan bahwa seorang sarjana dituntut untuk berpikir rasional dan memandang segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Jangan sampai status sudah sarjana tapi pikirannya masih sempit,hehe

KUNCIR LAMBANG OTAK

Dipuncak acara wisuda,kita mungkin bertanya-tanya,kenapa ya kuncir tali di topi toga dipindah dari kiri ke kanan?

Kuncir tali toga yg semula berada dikiri ternyata bermakna lebih banyaknya otak kiri yg digunakan semasa kuliah.Nah,dgn dipindah kekanan,maksudnya agar para sarjana ga hanya menggunakan otak kiri saja setelah lulus,namun juga otak kanan yang berhubungan dgn kreativitas,imajinasi,dan inovasi.

Filosofi lainnya,kuncir tali di topi toga melambangkan tali pita pembatas buku.Dengan pindah tali,diharapkan para wisudawan terus membuka lembaran buku supaya ilmunya ga stagnan.Mentang-mentang udah sarjana,ga lantas berhenti belajar donk.

  Seiring berjalannya waktu, pemakaian toga untuk busana sehari-hari perlahan mulai ditinggalkan. namun tidak bermakna toga hilang begitu saja. sebab sesudah itu bentuknya dimodifikasi menjadi sejenis jubah. akhirnya modifikasi itu mengangkat derajat toga dari pakaian sehari-hari menjadi pakaian resmi seremonial yang mana diantaranya yakni seremonial wisuda.

Di negeri barat, kostum kelulusan hanya disebut gown. Sementara topi berbentuk bujur sangkar disebut mortarboard. Ada juga yang menyebutnya “graduate cap” dan “black cap”.
Banyak peneliti meyakini mortarboard merupakan pengembangan dari biretta, yakni topi yang dikenakan oleh pendeta Katolik Roma. Biretta sendiri terinspirasi dari bahasa Italia “berretto” (berasal dari kata latin “birrus” dan Yunani “pyrros”). Di jaman Romawi sekitar abad 12 hingga 14, berretto sebagai ciri bagi kalangan pelajar akademik, seniman, dan humanis.

Walau demikian, paten mortarboard justru menjadi milik penemu dari Amerika Serikat, Edward O` Reilly dan imam Katolik, Joseph Durham di tahun 1950. Mungkin karena dibentuk bujursangkar, serta penambahan komponen seperti besi di dalam mortarboard sehingga lebih kokoh. Nyatanya, tak semua mortarboard dewasa ini memakai besi di dalamnya.

Sejak disahkannya paten tersebut, mortarboard dengan bentuk seperti yang kita lihat dewasa ini menjadi umum di seluas dunia. Penambahan komponen tali pada mortarboard pun diduga berasal dari tradisi orang Amerika. Di negara tersebut, semua jenis kelulusan dari tingkat sekolah dasar hingga SMA serta Universitas selalu memakai “gown” dan “mortarboard”.

FILOSOFI PAKAIAN DAN TOPI TOGA SAAT WISUDA

Toga pula memempunyai arti filosofis yang kental, salah satunya yakni arti warna hitam pada toga. mengapa toga justru memakai warna hitam yang sering diidentikkan dgn perihal yg misterius serta gelap. mengapa tidak warna putih yang menggambarkan kecerahan serta keindahan yang dipakai ? Ternyata pemilihan warna hitam gelap pada toga adalah simbolisasi yaitu misteri serta kegelapan telah berhasil dikalahkan sarjana waktu mereka menempuh pendidikan di bangku kuliahan, tak hanya itu sarjana pula diharapkan mampu menyibak kegelapan dgn ilmu pengetahuan yg selama ini didapat olehnya. warna hitam pula melambangkan keagungan, sebab itu, tak hanya sarjana, ada hakim serta separuh pemuka agama pula memakai warna hitam pada jubahnya.
tak hanya warna pada jubah toga yang memuat filosofi mendalam, ternyata ada pula arti filosofis dari bentuk persegi pada topi toga. sudut-sudut persegi pada topi toga menyimbolkan yaitu seorang sarjana dituntut untuk berpikir rasional serta memandang segala sesuatu hal dari beraneka sudut pandang.


Wisuda

Berasal dari kata Jawa yang secara harfiah berarti bersih, cermat dan jernih merupakan penganugerahan gelar akademis kepada mahasiswa yang telah berhasil menyelasaikan studinya dengan baik. Pada upacara wisuda diberikan ijazah atau sertifikat tanda kelulusan. Wisuda pertama kali diselenggarakan oleh universitas-universitas di Eropa pada Abad Pertengahan. Dalam History Church Scotch karya Spottwold, disebutkan bahwa upacara wisuda (graduation) ini pertama kali diadakan pada tahun 1639.

WisudaToga atau Jubah

Di sebagian besar universitas atau perguruan tinggi para wisudawan dan wisudawati mengenakan toga atau jubah, yaitu baju panjang berwarna hitam , lengannya lebar sebagai pakaian jabatab bagi Senat, Hakim Sarjana dipakai pada acara khidmat tertentu. Selain toga, juga mengenakan peci akademik. Sesuai tradisi, toga dan peci, yang bagian atasnya berkuncir berwarna hitam. Warna kuncir menandai gelar yang mereka terima. Para wisudawan dan wisudawati juga mengenakan kerudung di punggung untuk menunjukkan gelar tertinggi yang telah mereka sandang.
Pakaian ini berbentuk jubah dan membutuhkan sebuah kain panjang yang berukuran antara 2 sampai 6 meter. Kain ini dililitkan di tubuh. Toga dipakai oleh pria, sedangkan wanita menggunakan stola. Warga lain dilarang menggunakannya.

Dewasa ini toga hanya dikenakan pada kesempatan-kesempatan resmi dan pada lembaga-lembaga tertentu. Bentuk toga juga berubah menjadi semacama jubah tertutup.
Di Indonesia sekarang ini, toga digunakan antara lain oleh para rohaniawan Kristen, hakim pada saat persidangan, dan mahasiswa-mahasiswi pada upacara wisuda


Istilah-Istilah Dalam Wisuda

Valediktoria

Yakni wisudawan atau wisudawati dengan nilai tertinggi mengucapkan pidato perpisahan sebaga
Gaudeamus igitur iuvenes dum sumus, artinya Karena itu bersenang-senanglah sewaktu kita masih muda. Kalimat ini merupakan baris pertama dari lagu Gaudeamus, yang biasanya dinyanyikan pada saat Sidang Guru Besar memasuki ruangan. Lagu ini biasa diajarkanjuga kepada mahasiswa baru karena lagu ini merupakan lagu mahasiswa sedunia.

Prosesi

Prosesi menurut kamus bahasa Indonesia adalah pawai khidmat (perarakan) dalam upacara kegerejaan, perkawinan, dan pemakaman. Sering kita salah kaprah dalam mengartikan kata prosesi ini. Kata prosesi tidak sama maknanya dengan acara atau ritus. Prosesi wisuda berarti arak-arakan ketika guru besar atau senat masuk ke ruangna. Prosese bagian dari acara wisuda. Bukan keseluruhan acara. Kata prosesi biasa digunakan seperti prosesi pemakakan, berarti arak-arakan membawa jenazah, prosesi perkawinan berarti arak-arakan pengantin menuju pelaminan.

Senat

Berasal kata latin : senatus, pada zaman Romawi senat ialat orang-orang yang dipilih dari kalangan orang yang berjasa kepada negara untuk mengawasi hal keuangan dan politik luar negeri. Kini senat dapat bermakna juga kumpulan dewan guru besar pada universitas atau sekolah tinggi. Biasanya ketika wisuda senat berada satu panggung dengan pimpinan lembaga atau universitas.

Orasi Ilmiah

Pidato ilmiah yang disampaikan seorang ahli atau buru besar tentang masalah yang aktual atau populer di masayarakat.

Profesor

'''Profesor''' (Latin ): "Seseorang yang dikenal oleh publik ber'profesi sebagai pakar atau '''prof''' secara singkat adalah sorang guru senior, dosen atau peneliti yang biasanya dipekerjakan oleh lembaga-lembaga/institusi pendidikan perguruan tinggi ataupun universitas.

"Profesor" dapat pula digunakan (utamanya oleh para pelajar di Amerika) sebagai istilah yang lebih sopan untuk seseorang yang memegang gelar kesarjanaan (PhD) atau S3 dari perguruan tinggi, tanpa memperhatikan tingkatan/rating dari perguruan tinggi tersebut.(http://www.smadwiwarna.net}

Dari berbagai sumber

Puasa, Pause?

Reportase Kenduri Cinta Agustus 2012


Ayat-ayat dari juz kelima belas Al-Quran Al-Kariim mengawal Kenduri Cinta bulan Agustus, disambung dengan lantunan shalawat dari para jamaah. Sebagai awalan, Mas Oman mengawal uraian dari teman-teman KC mengenai tema yang diangkat pada kesempatan kali ini, yakni “Puasa, Pause?” yang merupakan hasil dari obrolan di Reboan dua pekan sebelumnya.

“Mengapa kami memakai tanda tanya?” tanya Mas Adi, “Karena memang banyak pertanyaan dalam judul tersebut. Seperti kita pahami bersama, puasa merupakan kewajiban dari umat Muslim (atau kalau dari ayatnya, adalah bagi orang-orang beriman) supaya bisa disebut sebagai orang-orang yang bertakwa. Kalau ditelaah lagi, puasa itu bagaimana? Banyak ustadz yang mengarahkan bahwa puasa merupakan upaya menahan nafsu-nafsu yang mengarah pada kemudharatan. 

Menurut saya puasa bukan menahan. Kalau menahan, puasa merupakan jeda saja, lalu setelah itu setelah pause-nya diangkat, menjadi play lagi. Artinya apa? Tak ada perubahan. Ini perlu tafsir yang lebih luas sebenarnya. Saya tidak 100% setuju bahwa puasa merupakan manahan diri. Harusnya puasa itu merupakan bagian dari Play. Dengan demikian kita benar-benar menjadi bertakwa. Kalau kita idiomnya memutar kaset, apa yang mesti kita lakukan agar puasa menjadi play? Menurut saya, ganti kasetnya. Itulah mengapa kita harus mengganti kaset supaya kita play terus. Kalau tafsir saya ya semoga selama puasa ini kaset kita berganti”.

Mas Ian menambahkan, “Peta berangkatnya sebenarnya ada diskusi panjang, mengapa puasa itu jatuh pada bulan Ramadhan? Ternyata Ramadhan merupakan bulan yang panas. Kalau kita teruskan play, akan ada banyak masalah. Oleh karena itu harus ada pause. Contohnya peristiwa Karballa dan Perang Badar yang sama-sama terjadi pada bulan Ramadhan. Kedua, pause datang dari diskusi mengenai saat imsak. Kita tidak peduli terhadap ini. Imsak adalah pause, yang kita diberi kesempatan untuk mem-pause selama sekitar 10 menit. Semua kegiatan ada pause-nya. Bukan cuma puasa saja yang merupakan pause. Dalam puasa, kita harus bisa menyerang dan sekaligus bertahan. Kita tidak peduli dengan sahur, padahal kalau mau benar-benar berpuasa, justru pada sahurnya. Begitu pula negeri ini, tak pernah melakukan persiapan yang cukup.”

Mas Rusdi kemudian menambahi uraian dari Mas Ian dan Mas Adi.
“Kalau sudah puasa ya diem semua. Tak ada yang perlu ngomong tentang hal ini. Hikmah-hikmah tentang puasa pasti sudah banyak sekali Anda dengarkan dari masjid-masjid dan dari manapun. Ketika kita melakukan gunjingan terhadap manusia (ghibah). Kok setiap hari kita ngomongin Allah mulu? Berarti kan kita ghibah sama Allah. Ini yang menjadi pertanyaan. 

Sekarang berkeliaran banyak sufi-sufi yang berjualan, setelah ulama dan ustadz tidak laku. Padahal peristiwa sufistik merupakan  sublimasi dari puasa sendiri, sementara sekarang ini malah jadi barang dagangan saja. Dan ini sangat murahan. Kita setiap hari melakukan puasa hanya menahan dari lapar dan haus, tapi nilai-nilainya kita suka bablas. Ada yang namanya berbagi, memberi, cinta-kasih. Apakah haram memperjualbelikan? Bukan, tapi kan tidak etis. Tadi wartawan dari Detikcom menanyakan forum apakah KC ini? Ya saya jawab ini merupakan forum agama, karena politik dan budaya kan juga tidak lepas dari agama.”

Ketika jamaah dipersilahkan untuk merespon, Mas Ali dari Surabaya yang sudah tinggal di Jakarta selama 7 tahun menyampaikan bahwa ketika kita puasa, yang dia rasakan adalah lebih dari sekadar menahan makan dan minum. Ketika semakin dewasa, dia mulai memahami bahwa puasa merupakan kendali diri.
“Masa iya udah gede puasanya masih hanya digoda oleh makanan dan minuman? Mbok sama yang lain yang lebih besar daripada itu. Entah itu ghibah, stimulus seksual, atau yang lain. Ketika berpuasa kita merasakan penyatuan jiwa, lepas dari materi kita sendiri. Puasa yang dewasa adalah puasa yang memahami antimateri kita sendiri. Kita memahami jiwa kita sendiri.”

Mas Rusdi memungkasi prolog dengan mengatakan, “Ajaran Rasulullah yang sangat mendasar untuk berpuasa adalah: ‘Makanlah ketika lapar, berhentilah sebelum kenyang’. Kalau kita mengaku sebagai pengikut setia Beliau, terapkan ajaran itu dalam posisi apapun. Misalnya ketika berkuasa, ketika nonton tivi. Terapkan dalam kegiatan apapun sehari-hari. Itu yang perlu kita lakoni. Puasa anak kita dengan puasa kita harus ada pembeda yang berarti.”

Kelompok underground yang menamai dirinya sebagai Es Coret tampil membawakan sebuah lagu berjudul “Kita Bersaudara”, yang dibuat pada tahun 2006 ketika ada pergolakan di dalam komunitas. Lagu kedua menyanyikan puisi CN yang berjudul “Padhang Mbulan” yang diawali dan ditutup masing-masing dengan satu bait lagu “Stairway to Heaven”. Kemudian mereka kembali menyanyikan syair CN yang berjudul “Di Atas Reruntuhan”.

Sebelum masuk ke sesi diskusi bersama Syekh Nursamad, Pak Tjuk, Cak Dil, dan Pak Iswan,  Cak Nun memberikan awalan, “Saya harap semua bisa menggiring seluruh aspirasi menuju satu muara. Saya mulai dari apa yang diungkapkan oleh Pak Nursamad. Karena ini puasa, pertama Anda harus melapaskan gagasan dari Ramadhan. Puasa tidak hanya menyangkut tidak makan dan tidak minum saja. Puasa berkaitan dengan seluruh mekanisme kehidupan, menyangkut seluruh kenikmatan dan penderitaan di dalamnya. Anda kan sudah hafal bahwa ayat yang dikutip para ustadz ketika sudah masuk bulan Ramadhan adalah ayat ke-a83 dari Surah Al-Baqarah yang berbunyi: Yaa ayyuhalladzina amanu kutibu ‘alaikumushshiyaamu kama kutiba ‘alalladziina min qablikum la’allakum tattaquun.

Kutiba memiliki arti ‘dituliskan’ yang kemudian oleh para ulama fiqh dikontekstualisasikan menjadi ‘diwajibkan’. As-siyaam memiliki padanan kata yakni shaum, seperti yang terjadi pada kata qaum yang padanan katanya adalah qiyam. Qiyam artinya berdiri, sementara qaum adalah orang yang berkumpul bersama-sama untuk bersepakat mendirikan sesuatu.
Manusia-manusia yang berkumpul sangat mungkin melahirkan variasi selain qaum, yakni bisa menjadi ummat, masyarakat, maupun rakyat. Ummat terjadi ketika orang-orang berkumpul karena ada alasan historis. Mereka berkumpul karena ada seperibuan nilai. Nilai itu bisa berupa iman, filosofi, kebudayaan, adat, dan apapun juga. Mereka berada in the same motherhood. Jadi dimungkinkan lahirnya ummat Harley Davidson, yang masing-masing anggotanya berkumpul karena sama-sama memiliki ibu nilai berupa kebanggaan memiliki HD.

Masyarakat adalah orang yang berkumpul karena menyepakati untuk mengerjakan suatu kesepakatan di mana suatu pekerjaan akan diserikatkan. Masyarakat memiliki makna yang lebih padat atau jasadi daripada ummat. Kalau rakyat berasal dari rayah, yaitu orang-orang yang berkumpul karena sama-sama memiliki kedaulatan atas suatu wilayah dan urusan. Maka dipersyaratkan ada MoU yang kemudian diresmikan dalam konstitusi berupa negara. Rakyat adalah orang yang berkumpul dalam suatu perjanjian yang disebut negara di mana yang pegang kedaulatan adalah mereka. Rakyat tidak sama dengan masyarakat. Masyarakat bisa segmentatif, tapi kalau rakyat bersifat utuh.
Qaum adalah orang yang berkumpul karena suatu ciri. Cirinya boleh budaya, boleh gen, boleh apapun saja. Tapi kalau qiyam adalah orang yang berkumpul untuk menegakkan kekauman mereka. Lalu bagaimana dengan shaum dan shiyam?

“Terserah Anda apakah Ramadhan ini Anda pakai untuk shaum atau shiyam. Kalau untuk shaum, yang penting Anda mendapatkan nilai-nilai puasa secara universal, tapi kalau Ramadhan Anda pakai untuk pergerakan shiyam, maka Anda menyepakati ada satu prinsip-prinsip nilai yang akan Anda tegakkan bersama-sama. Kalau bahasa Jawa memilih menggunakan shiyam dalam penyebutan puasa.”

“Kembali ke puasa. Malam hari ini, Ramadhan ini Anda desain untuk menjadi nilai kebangkitan atau yang penting Anda mendapatkan hikmah universal? Terserah Anda akan menghimpun diri sebagai ummat manusia atau bangsa Indonesia atau ummat Islam atau sebagai orang Jakarta, atau sebagai apapun. Itu pilihan Anda masing-masing. Tapi malam hari ini Anda harus punya pilihan mau shiyam atau shaum. Minimal kita dapat shaum, syukur-syukur dapat shiyam.”

Poin kedua, kama kutiba ‘alalladziina min qablikum. Puasa merupakan tradisi budaya yang sudah ada sebelum Islamnya Muhammad datang. Islam-Islam yang ada sebelumnya merupakan Islam yang belum lengkap. Allah menyebarkan ratusan ribu Nabi dan dua puluh lima rasul kemudian dijadikan dalam satu tabung besar bernama Muhammad. Di dalam Muhammad ada Ayub, ada Adam, ada Idris, Nuh, Hud, Ibrahim, Khidir, Isa, Yesus, Buddha dan siapa saja. Yang kita sebut Muhammad bin Abdullah ini adalah salah satu episode Muhammad yang berlangsung selama 63 tahun. Sedangkan alam semesta ini berlangsung selama beratus-ratus juta tahun dan Muhammad sudah ada sejak sebelum jagad raya diciptakan.

“Maka benar kalau Maulid Nabi itu tanggal 12 Rabbiul Awwal, tapi kalau maulidu Muhammad itu sudah tidak bisa kita hitung. Nur ciptaan Allah yang pertama itu dibikin sebelum Dia menciptakan apapun. Karena Dia bahagia terhadap ciptaan-Nya yang berupa nur ini, diberikannyalah gelar Muhammad”.

“Nah, Muhammad ini besok-besok dicicil dalam Adam, Idris, Ayub, sampai Musa, Ibrahim, dan seterusnya kemudian diaplikasikan secara biologis menjadi Muhammad putra Abdullah cucu Abdul Mutholib. Jadi pemahaman mengenai Muhammad jangan berhenti pada Islam melalui fiqh yang dikenal dan diperkenalkan oleh para ulama. Kalau selama ini ada maulidun Nabi, kita Maiyah akan bikin maulidunnur”.

“Poin ketiga adalah la’alakum tattaqun. Laalakum selama ini menurut Pak Nursamad diterjemahkan sebagai ‘dengan berpuasa mudah-mudahan engkau menjadi bertaqwa. Sementara Beliau cenderung menerjemahkan bukan seperti itu. Allah memerintahkan hamba-Nya berpuasa dengan asumsi bahwa mereka sudah bertakwa. Kan kemarin sudah shalat, sudah zakat? Masa untuk bertakwa mesti menunggu Ramadhan?”
La’lakum selama ini tidak membikin Indonesia mengalami kemajuan apapun selama berpuluh-puluh Ramadhan karena salah dalam penerjemahannya. Efeknya adalah anggapan bahwa setelah Ramadhan kita boleh tidak bertakwa lagi karena akan ada Ramadhan-Ramadhan di depan untuk membuat kita bertakwa.

Laalakum bukan berarti ‘supaya’. Kemudian, Sampeyan ini masuk Ramadhan rumangsane durung puasa? Anda kan sudah selalu puasa? Yang terus-menerus berbuka adalah parpol, dirjen, menteri-menteri, ketua partai. Anda kan tidak. Saya pada Ramadhan lalu bertanya pada jamaah, semua orang mengaku telah bergembira masuk Ramadhan. Ngaku kamu yang jujur apakah seneng atau nggak disuruh berpuasa? Asline mangkel to, cuma nggak berani ngelawan? Aslinya kan nggak suka to? Kalau ada pengumuman dari Allah yang membebaskan kita dari keharusan berpuasa, pasti seneng to?”
“Lho, tapi bagaimana dengan orang yang berpuasa tapi hatinya tidak ikhlas? Lebih bagus dong! Kalau kamu bahagia masuk Ramadhan kemudian kamu gembira, apa hebatnya? Yang hebat adalah orang yang tidak senang tapi tetap menjalankannya. Kalau kamu suka rujak lalu memakan hidangan rujak, apa istimewanya? Tapi kalau kamu memakan rujak yang tak kamu sukai itu semata-mata karena Allah yang menyuruh, akan menjadi lebih tinggi nilainya.”

“Waktu Umar bin Khatab mencium Hajar Aswad kan Beliau juga ngomong gitu, ‘Kalau tidak karena Rasulullah menciummu, tidak akan aku menciummu. Tapi karena Rasulullah yang aku cintai dan aku imani menciummu, maka aku menciummu. Tapi jangan pernah berpikir bahwa aku menciummu karenamu’.”

“Terus ada kiai-kiai yang mengatakan bahwa puasa adalah untuk menghayati kemiskinan. Terus orang miskin menghayati apa?  Kemiskinan kok dihayati? Kalau berani ya jadi miskin seperti Rasulullah. Menghayati itu kan seperti akting saja”.

“Jadi, sekarang kalau Anda proyeksikan puasa dan tidak puasa dalam kehidupan nyata, Indonesia puasa sejak kapan? Orba, Orla, Reformasi? Reformasi ini lebih banyak buka atau puasanya? Atau  buka banget untuk level ini, puasa banget untuk level itu. Tolong diihitung semuanya. Anda dengan Ramadhan kesekian ini, akan ke mana? Maka kita butuh pause sebentar untuk tafakkur.”

“Kalau kita lebarkan dikit, Anda harus mengenali dirimu. Dalam rukun Islam, Anda orang dengan tipologi yang mana? Apakah syahadat, shalat, puasa, zakat, atau haji? Kecenderungan irama hidupmu, improvisasimu, ketahanan mental dan staminamu, itu berbeda-beda. Kalau kamu manusia puasa berlaku dengan budaya shalat, tidak kuat. Kamu harus menemukan dirimu. Kalau saya ini memang katuranggannya dari sana adalah manusia puasa. Saya tak perlu Ramadhan untuk belajar berpuasa. Anda harus menemukan puasamu sendiri.”

Manusia syahadat membutuhkan manusia shalat, zakat, puasa, haji. Mereka semua berfungsi. Di setiap kantor ada yang bagian syahadat thok, ada bagian sholat yang memelihara secara rutin dan istiqomah, ada bagian puasa yang mengontrol dengan menciptakan perundingan-perundingan, ada bagian zakat yang berinisiatif atas social contribution, ada bagian haji yang memastikan bahwa kelompok tersebut harus memiliki puncak-puncak prestasi. Lima jenis manusia ada di dalam setiap komunitas.
“Kalau mau bikin kabinet, hitung dengan lima tadi. Kalau Anda memakai itu saja, Tuhan sudah senang dan akan menolong kabinetmu. Tapi kalau kabinetmu disusun berdasarkan tawar-menawar antarkelompok dan keuangan, maka kamu tidak akan ditolong sampai kapanpun. Apalagi kamu presiden yang tidak punya otoritas. Kamu hanya punya sepuluh persen dari otoritasmu. Yang tiga puluh persen ada pada istrimu, yang enam puluh persen sisanya ada pada ibu mertuamu. Itulah power sharing.”

“Memang bakatnya bangsa Indonesia itu puasa. Karena nggak tercapai hari raya yang sejati, maka ya yang penting mudik. Mudik inipun bisa ditelusuri lebih jauh apa maknanya. Tapi memang secara universal mudik ini sangat indah. setiap manusia pasti akan kembali dari setiap perginya. Pulang paling dekat adalah ke leluhurnya di kampung halaman; pulang yang lebih jauh adalah ke sejarah yang lebih jauh, dan pulang yang paling sejati adalah kepada Allah. Mudik adalah kesadaran untuk tauhid.”

Cak Nun kemudian meminta jamaah untuk memproyeksikan puasa ke 2014; apakah pada tahun itu yang terjadi adalah Idul Fitri ataukah perpanjangan puasa. Apa teorinya, apa parameternya, apa syarat-rukunnya supaya kita tidak memperpanjang puasa?
“Menurut tafsir Pak Nursamad, mungkin kita tak mampu berbuat apa-apa karena salah dalam memahami la’alakum-nya. Kita pikir kita akan bertakwa setelah puasa Ramadhan. Ternyata syarat berpuasa Ramadhan adalah takwa. Kalau kita masuk Ramadhan tanpa bekal takwa, tak akan kita dapatkan Idul Fitri. Saya lihat petani-petani yang diasuh Cak Dil dan Pak Tjuk ini sudah mulai punya konsep untuk menyongsong hari raya pertanian Indonesia.”

Kalau tujuan utama dalam Islam selalu baldatun thoyyibatun wa Robbun ghofur. Bangsa kita untuk mencapai Robbun ghofur butuh berapa langkah lagi? Untuk mencapai baldatun thoyyibatun berapa lama lagi?

Tahap kita ini menuju sejahtera dulu. Padahal kalau sejahtera sudah ada, nanti muncul : apakah sejahtera ditempuh dengan baik atau tidak. Baldatun: sejahtera yang ditempuh setelah melalui ujian kebenaran. Tahap kita ini menuju sejahtera. Sejahtera saja belum, apalagi adil dalam kesejahteraan. Padahal kalau sejahtera tercapai, belum dipersoalkan apakah sejahteranya didapatkan dengan benar atau tidak.

Baldatun thoyyibatun mensyaratkan kesejahteraan ditempuh dan dicapai di dalam ujian kebenaran. Kalau hanya negara sejahtera, gemah ripah loh jinawi, belum tentu thoyyibah. Baldatun thoyyibatun adalah ketika ekonomi diuji oleh akhlaq, oleh moral, oleh nilai-nilai dasar. Itupun belum cukup kalau belum wa Robbun ghofur. Benar seperti apapun masih terbuka untuk kekhilafan-kekhilafan, maka dimungkinkan adanya amandemen pada undang-undang yang sudah disepakati bersama. Puncak kebenaran kita adalah al Haqqu mirrobbika fa laataqunanna minal mumtarin.

“Ada berita, saya mohon doa, ada kemungkinan tanggal 20-25 Merapi akan menyembur ke arah utara dan agak barat sedikit, tapi asapnya bergerak ke arah selatan atau tergantung pada arah angin pada saat itu. Sudah tiga kali Merapi batal meletus, yaitu bulan April, Mei, dan Juni. Bulan Juli alhamdulillah lewat tapi kemarin ada gempa sedikit. Ini semua sedang kita khalifahi bersama-sama, karena Allah punya pemerintahan. Yang selama ini kita kenal hanyalah birokrat-birokrat Allah di wilayah yudikatif, dari Roqib-Atid, Munkar-Nakir, Malik-Ridwan dan seterusnya. Namun malaikat-malaikat di wilayah legislatif mempertimbangkan apakah Jakarta baiknya ditenggelamkan atau tidak, apakah Pulau Jawa jadi dibelah atau tidak. Ini yang kita sebut sebagai rekonsiliasi leluhur.”

“Juga ada wilayah-wilayah eksekutif. Siapa saja mereka? Dari manusia, auliya, kemudian penjaga-penjaga. Misalnya, Allah memasang penjaga wilayah Banten yang lahir 30 tahun sekali, memasang penjaga Jawa Tengah bagian selatan, memasang penjaga dari Ternate sampai Aceh. Allah memasang birokrat-birokratnya dari yang kasat mata sampai yang tidak aksat mata, dari yang berwilayah ruh sampai yang berwilayah gelombang, sulthon, dan jasad. Semua ada tataran birokrasinya dan itu kalau bisa kita cari dan kita pelajari supaya seluruh gejala alam ini bisa berada dalam genggaman kekhalifahan kita semua, sebab kita diamanati untuk mengelola gunung, angin, lautan, dan seluruh alam semesta di wilayah bumi ini. Tapi kita tetap harus berunding dengan birokrat-birokrat dalam wilayah yang lebih luas, misalnya dalam wilayah tata surya.”

“Kita mohon doa kepada Anda semua karena tiga kali kemarin teman-teman jamaah Maiyah di berbagai tempat dan Gunung Merapi sudah mau mengadakan kesepakatan dan kompromi dengan kita. Kita diajari oleh Rasulullah bahwa ketika pasukan panah di Uhud itu tidak taat kemudian diserbu oleh musuh sampai Rasulullah terluka pipi dan lengannya lantas dibawa naik ke Goa Uhud itu Rasulullah mengatakan ‘Al Uhudu jabalun yuhibbuna wa nuhibbuhu’, Uhud adalah gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya. Berarti gunung memiliki kesadaran sampai tingkat tertentu. Maka orang-orang di lereng Merapi juga harus meyakini bahwa ‘Al Merapi jabalun yuhibbuna wa nuhibbuhu’. Orang di sekitar Merapi tidak boleh hatinya berkata bahwa Merapi akan meletus. Yang ada adalah Merapi akan membagi kesejahteraan atau Merapi akan gadhah damel.

“Nanti kalau terjadi apa-apa di Indonesia, Jogja dan daerah Jawa Tengah yang akan menjadi titik keseimbangan dari gonjang-ganjingnya seluruh Indonesia. Kita pelajari siapa saja yang punya watak seperti Jogja. Tidak terlalu keras tapi juga tidak lembek, tidak menjajah tapi juga tidak mudah diapusi. Tidak berarti bahwa orang Jogja itu penting. Yang terpenting adalah kalau Anda memiliki watak seperti itu, berarti Anda adalah penyeimbang situasi di Indonesia. Jadi, Anda memiliki Jogja di dalam diri Anda.”
“Sama seperti Dajjal yang tidak bisa memasuki Mekkah dan Madinah karena dijaga oleh malaikat. Selama empat belas abad ummat Islam percaya bahwa hanya kota Mekkah dan madinah yang tidak bisa dimasuki Dajjal. Apakah bisa dia masuk Jakarta? Kalau Anda membangun Mekkah dan Madinah dalam hidupmu, bisakah Dajjal memasukimu? Tidak! Malaikat menjagamu. Engkau berpikir secara Madinah dan berhati Mekkah.”

Syekh Nursamad Kamba melanjutkan uraian Cak Nun, “Cukup jelas tadi penjelasan dari Cak Nun. Yang menjadi keistimewaan dari Universitas Maiyah ini karena simbol-simbol dan aturan agama bisa diterjemahkan secara budaya. Agama memang diturunkan untuk membentuk karakter manusia, untuk bisa dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Agama diturunkan bukan untuk kepentingan Allah melainkan untuk membentuk manusia.”
La’alakum tattaqun bukan berarti ‘supaya kamu bertakwa’, karena kalau kita kaji bahasa Arab, kata ‘supaya’ menggunakan kata lam al ghayyah. Kalau la’ala merupakan alat untuk mengajak dan mengharapkan sesuatu.

Nabi bersabda bahwa setiap hari Beliau harus mendapatkan manfaat. Kalau tidak ada peningkatan kualitas diri, berarti hari telah berlalu tanpa berkah. Konsep dalam Islam merupakan konsep yang harus selalu naik kelas, maka ada konsep mi’’raj. Dalam hadits disebutkan Ash sholatu mi’rajul mukmin. Sembahyang adalah mi’raj orang beriman. Mi’raj sendiri artinya pendakian. Tidak bisa orang sholat itu hanya mendatar. Begitu pula dengan puasa. Itulah yang menyebabkan kenapa la’alakum tattaqun mestinya kita pahami sebagai sesuatu yang mengantar manusia untuk berpuasa supaya bisa naik kelas.

Sebelas bulan sebelum Ramadhan adalah persiapan untuk memuncaki sampai pada Ramadhan. Kalau seperti ini, asumsinya sudah bertakwa. Hanya orang yang bertakwa yang bisa berpuasa dengan benar. Maka dalam puasa Allah sendiri mengatakan, ‘Puasa itu untukKu, dan hanya Aku yang memberikan balasan’.

Puasa Ramadhan merupakan puncak, karena kalau kita tidak berpuasa sebelumnya, kita tidak mampu berpuasa pada Ramadhan. Ada puasa Senin-Kamis, ada puasa enam hari di bulan Syawal, yang merupakan latihan untuk bisa selalu naik kelas.
‘Islam itu sangat inspiratif untuk perubahan, mencari keadilan, kebenaran,” lanjut Syekh Nursamad, “Ini semua harus kita kembangkan untuk peningkatan kualitas diri kita. Bahwa umat Islam harus mencitrakan diri sebagai syahadat, sholat, dan seterusnya sebagaimana disebutkan Cak Nun tadi itu karena ajaran agama untuk membentuk akhlaq dan moralitas. Di dalam Islam, inspirasi apapun sepanjang itu dapat mendukung moralitas kita, sesuatu itu mubah menurut hukum fiqh-nya. Halal itu mestinya nggak dilabel karena sesuatu itu boleh kecuali yang dilarang. Yang diberi label itu mestinya yang dilarang.”

“Bulan puasa ini sesungguhnya memuncaki seluruh proses kerinduan yang terjadi sepanjang tahun. Maka ada Idul Fitri, perayaan atas kesucian. Orang yang bertaqwa dan memuncaki dengan Ramadhan barulah kembali kepada kesucian. Mengubah diri menjadi manusia yang diinginkan Allah melalui puasa membutuhkan paling tidak satu tahun untuk bisa naik kelas. Tahun 2013 nanti, puasanya jangan seperti puasa yang sekarang lagi. Harus mengalami peningkatan. Konsumsi bulan puasa tahun depan harus lebih kecil daripada yang kita lakukan tahun ini.”

Cak Nun kemudian menambahkan bahwa terminologi yang tepat untuk menggambarkan Maiyah adalah sungai, bukan danau. Yang hadir dalam Maiyah mengalir seperti sungai. Dalam Maiyah, yang kita lakukan adalah menghilangkan kebencian terhadap apapun saja kemudian mempelajari Muhammad secara lebih luas dan lebih luas lagi. Muhammad kita pahami bukan terbatas pada Muhammad putra Abdullah, melainkan juga sebagai Nur Muhammad. Sesuai dengan rumusan Mas Sabrang, Nur memiliki dimensi ruang sementara Cinta memiliki dimensi waktu.

Merujuk pada teori Padhangmbulan Cak Fuad, komposisi seluruh rukun Islam di dalam Alquran hanya 3,5%. Selebihnya merupakan tuntunan untuk ibadah-ibadah di luar ibadah mahdloh itu, termasuk sepakbola, parpol, dan sebagainya. Manusia Muhammad lahir ketika ia mampu menjadikan syahadat, shalat, puasa, zakat, dan hajinya sebagai satu kesatuan utuh. Ilmu ini telah sejak lama disampaikan Cak Nun melalui puisi Beliau yang berjudul ‘Muhammadkan Hamba’, yang sebaiknya ditanggapi bukan sebagai hukum atau fiqh melainkan sebagai ilmu.

Keseluruhan entitas Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husayn diharmonisasikan di dalam satu diri Muhammad. Pernah pula dibahas Cak Nun sebelumnya bahwa Abu Bakar merupakan manusia kultural yang menemukan Tuhan melalui jalan menyapa orang dan bersilaturahmi, Umar merupakan manusia radikal yang membutuhkan benturan-benturan, Utsman merupakan manusia timbangan, dan Ali merupakan manusia yang mengedepankan inspirasi. Ali tidak membutuhkan proses-proses seperti yang dibutuhkan tiga sahabat lainnya. Ia menemukan Allah kapan saja. Semuanya itu ada di dalam diri Muhammad.
Ada teori lain yang bisa digunakan. Kalau Mekkah saja yang kita terapkan, kita belum Muhammad. Kita belum bercocok tanam, belum berdagang dengan baik, belum bergaul dengan keragaman-keragaman, belum rahmatan lil ‘alamin seperti di Madinah. Madinah merupakan 96,5%-nya Muhammad.

“Kalau Aceh menamai dirinya sebagai serambi Mekkah, Indonesia butuh tempat lain yang menggelari dirinya sebagai serambi Madinah. Sultan Jogja saya tawari untuk melantik kota itu menjadi serambi Madinah, tapi ya nggak terlaksana sampai hari ini.”
Islam yang hidup saat ini, yang dipahami orang non-Islam atas Islam adalah Islam Mekkah, bukan Islam Madinah. Mereka mengenal Islam yang membedakan, bukan Islam yang menemukan kesamaan. Madinah adalah ijazah sosial dari penerapan Islam.

Oleh karena itu yang dilakukan Muhammad pertama kali di Madinah adalah menyebar uang Beliau untuk UKM-UKM di Madinah sehingga pengusaha-pengusaha kecil dari berbagai golongan dididik untuk hidup bersama. Ada Muslim, Yahudi, Nasrani, bahkan atheis. Di situlah baru Muhammad melengkapkan Islam. Islam Madinah inilah yang menjadi PR kita.
“Terapkan Islam dalam bertani, misalnya. Dunia ini bukan untuk kita buang. Dunia ini kita pegang, kita sayang, kita taklukkan menjadi kebaikan. Itu yang namanya Muhammad. Sekarang kan adanya manusia parsial, tapi juga nggak parsial benar-benar.  Golkar tidak benar-benar Golkar. PKS yang tidak benar-benar PKS. Kalau benar-benar PKS milih pemimpinnya yang sesuai dengan ideologi PKS. Ketidakjelasan seperti ini yang membuat kita tak pernah naik kelas.”

“Menurut aspirasi politik yang mendasar dalam pemahaman Anda, Orla itu baik atau buruk? Orba itu baik atau buruk? Kalau misalnya Reformasi itu buruk, apakah lantas yang dilawannya (Orba) menjadi baik? Al-haqqu tidak jelas pada Anda. Bagaimana kebenaran politik di Indonesia? Kemudian kamu terpukau dengan orang-orang baru, euphoria, dan memilih pemimpin hanya karena style-nya. Kamu nggak punya kejelasan terhadap kebenaran.”

“Anda pikir JK itu siapa? Di jaman Soeharto siapa JK? Berani dia lawan Soeharto pada masa itu? Ketika itu saya pidato menantang Soeharto di Makassar, di mana itu JK? Lari dia dari tempat itu. Kamu ini gumunan, mudah ditipu. Waktu itu siapa yang melawan Soeharto? Kapan hari rayanya kalau begini?”

“Mari di Maiyah kita mencari keutuhan kemanusiaan kita masing-masing. Tidak usah dengan skala Muhammad yang besar, tapi engkau sendiri lengkap. Seluruh potensi yang ada dalam dirimu kamu hidupkan, kamu dinamiskan, kamu cari harmoni padanya, dan kamu menjadi manusia yang utuh sebagai dirimu sendiri. Kamu menang pada dirimu sendiri dan kamu berkuasa atas dirimu sendiri. Kamu tidak perlu juara apa-apa, cukup juara atas dirimu sendiri. Itulah orang Maiyah. Dan tak perlu menjadi juara di Indonesia karena tema kita adalah ada Maiyah di dalam Maiyah, ada Indonesia di dalam Maiyah, dan ada Maiyah di Indonesia, yang harus dihitung semuanya.”

Mas Iswan yang baru pulang dari studinya di Kanada, mengaku bahwa melalui buku, ceramah, lagu, puisi dari Cak Nun dia merasa ‘dirusak’ dalam arti yang positif.
“Cara berpikir saya menjadi kacau lagi. Seharusnya jamaah Maiyah sangat bersyukur punya pemandu diskusi yang sangat persisten. Misalkan saya kasih contoh: saya tidak pernah berpikir ada konsep di luar negara hukum. Cak Nun membalikkan keadaan dengan mengatakan bahwa yang seharusnya dibuat adalah negara akhlaq.”

“Waktu saya mendarat sejak Maret dari Kanada, saya mendapat kuliah 3 SKS dari seorang sopir taksi. Berceritalah dia tentang apa saja. Dia bercerita bahwa ada tokoh politik yang dia kagumi sejak kemunculannya sampai dia pilih pada 2009. Akan tetapi kemudian ada satu peristiwa yang diliput media massa secara besar-besaran yang menganggp tokoh itu tidak akan lagi punya harapan. Pesan dari cerita sopir taksi itu adalah sedemikian dahsyat peran media massa di Indonesia.”

The role of mass media sangat luar biasa. Media tidak steril dari kepentingan, padahal fungsi awalnya adalah untuk mengabarkan kebenaran yang bermanfaat bagi publik.
“Yang mengagumkan dari bangsa Indonesia adalah daya tahannya. Di Amerika ada krissi karena subprime mortgage, di Eropa juga ada krisis. Mereka kekuatannya tidak sebesar kita. Sementara bangsa ini merupakan bangsa cengengesan yang mampu melewati krisis-krisis apapun. Barat pernah memprediksi Indonesia akan mengalami perpecahan kekuasaan akibat krisis moneter 98, tapi ternyata terbukti salah.”

Mas Iswan kemudian bercerita bahwa di Kanada untuk bisa menyewa apartemen harus memiliki kartu kredit. Setiap orang didorong untuk mempunyai credit history. Dan alam di sanapun mengkondisikan manusianya untuk bersifat mandiri, yang kemudian menjurus pada individual.

Mas Ian L. Betts manyambung uraian Mas Iswan, “Yang pertama, peran Indonesia dalam ekonomi global adalah melalui manufacturing-based activity. Kemungkinan Yunani, yang mengalami krisis sangat parah, disuruh keluar dari Euro. Economic analyst di Eropa mengatakan bahwa krisis di Eropa dan Inggris sangat parah, karena basis mereka adalah utang. Mungkin, kita harus mengakui bahwa bukan hanya orang Muslim yang puasa. Yunani, Portugal, Spanyol, dan Inggris pun juga harus puasa. Di belakang Olympics yang demikian mewah ada krisis sangat mendalam.”

“Negara-negara tersebut di dalam keadaan kaget. Mereka tidak tahu bagaimana harus menghadapi krisis. IMF dan WB sudah mengakui bahwa mereka tidak punya kemampuan untuk mengontrol pasar secara global. Pasar sudah menjadi sangat liar. Pada krisis Eropa tahun 97-98, IMF dan WB memprediksikan bahwa melalui development funding negara-negara itu bisa menguasai perekonomian masing-masing. Sekarang, pasar dan prinsip ekonomi dasar sudah berada di luar kuasa mereka. Setiap enam bulan ada ombak krisis di setiap negara Eropa. Negara-negara maju terpaksa berpuasa, baik itu dengan ikhlas ataupun tidak.”

“Pertumbuhan ekonomi yang mestinya menjadi penilaian untuk setiap negara, tidak lagi terjadi di negara-negara maupun di China. Meskipun invenstment-nya sangat tinggi, China tidak mengalami pertumbuhan yang hebat. Sedangkan Indonesia? Di tengah dampak krisis antar-instansi, politik, dan media, ekonomi Indonesia masih mengalami pertumbuhan.”
“Apapun menjadi obyek konsumsi di Indonesia. Lalu kapan Indonesia mengalami pause? Dunia internasional menunggu kapan saatnya. IMF terus menunggu. Perekonomian Indonesia maju terus, sementara pasar global terpaksa tahu bagaimana rasa puasa.”
Uraian dari Mas Ian Betts dilanjut dengan cerita dari Pak Tjuk, seorang penggiat pertanian dan kedaulatan pangan yang bersama Cak Dil masih terus mengasuh petani-petani beserta sawah-sawahnya.

“Tahun 2000-an yang lalu, kita ketemu sama Cak Nun. Begitu tahu bahwa saya orang pertanian, Beliau mengatakan bahwa petani merupakan sayidul qaumi al falah. Kurang lebihnya petani merupakan kaum yang mulia. Petani adalah sesepuh. Ibarat keris kalau tanpa sepuhan, hilang kedigdayannya. Saya renungkan betul kata-kata dari Cak Nun itu. Apakah benar kita bisa menjadi mulia melalui pertanian?”

“Petani kita secara berpuluh-puluh tahun buka terus-terusan. Apapun dimakan. Kebetulan karena suasana internasionalnya juga seperti yang tadi sudah dijelaskan. Tahun ’60-an mau tidak mau kita didorong untuk ikut cekokan-cekokan dari pemerintah. Petani diarahkan untuk menggunakan ini dan itu. Kalau dalam bahasa saya, premis pertama pemerintah adalah supaya maju harus dipaksa. Setelah dipaksa lalu merasa terpaksa, baru dia menjadi terbiasa. Berpuluh-puluh tahun kita mengalami  itu, sehingga petani kita sudah terbiasa dipaksa.”

Sejak itu petani kita mulai putus dengan alamnya sendiri. Pertanian menjadi industri yang mekanis. Kalau menggunakan ini, hasilnya pasti begini. Padahal dalam kenyatannya sama sekali tidak seperti itu. Dalam pertanian itu 99,999% bukan kita yang menentukan hasilnya. Tidak ada yang menjamin kalau kita menanam sesuatu pasti akan tumbuh buahnya.
“Sehubungan dengan Islam Mekkah tadi, kalau kita melakukan selamatan di sawah, kita dikatakan syirik. Benar-benar putus hubungan petani dengan alamnya. Beras itu sebenarnya sangat mahal harganya. Satu kilogram beras butuh air antara 500 sampai 2000 liter. Bayangkan kalau petani harus beli air, harus beli sinar matahari. Nggak cukup uang kita untuk beli makanan”.

“Saya setelah mendapat kata-kata ‘petani merupakan kaum yang mulia’ tadi mencoba membuat kaum petani menjadi benar-benar mulia, kaum petani yang menegakkan nilai-nilai pertanian yang kita punya. Kita merupakan negara paling kaya di bidang makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan, bakteri dan mikroorganisme lain. Ada bakteri yang bisa menyerap Nitrogen dari udara. Kalau kita bisa menernakkan bakteri itu, petani nggak butuh pupuk. Tapi petani kita sudah diputus dengan alam sehingga biota-biotan tanah sudah semakin kurus. Saya bersama teman-temen termasuk Cak Dil, mengingatkan bahwa petani merupakan kaum mulia, dan mestinya manusia paling merdeka. Tahun 70-an, presiden Amerika mengatakan, ‘Control oil, you will control the nation. Control food, you will control the people’. Kalau kamu mengendalikan minyak, kamu mengendalikan bangsa itu. Kalau kamu mengendalikan makanan, kamu mengendalikan orang-orang di dalam bangsa itu.”
Jika air yang menjadi kebutuhan pokok dalam pertanian itu pada suatu saat dikontrol oleh perorangan atau institusi tertentu, harganya akan menjadi sangat mahal. Kita sudah dikontrol oleh kekuatan lain.

Dengan asumsi bahwa air, sinar matahari, dan benih didapatkan secara gratis dari alam, plus adanya permainan harga sehingga selepas panen harga tidak lagi turun, mestinya para petani kita mengalami Idul Fitri.

Kalau kita bisa menernakkan biota-biota tanah, pasir di Kulonprogo pun bisa ditanami. Tipologi pertanian dalam ilmu sekarang tidak mengenal pasir, tapi nyatanya tanah pasir di Kulonprogo banyak sekali menghasilkan produk-produk pertanian.
“Kemarin saya mendapat kabar dari Bandung bahwa satu butir padi kalau ditanam menjadi sekitar 7 ons.  Tidak ada ekonomi yang bisa berkembang 2000 kali lipat dalam waku tiga bulan kecuali dalam pertanian. Kita lupa banyak hal yang sebenarnya tidak kita bayar.
“Saya ingin petani kita kembali untuk kesejahteraan mereka. Ayo kita sama-sama menjadi kaum, melakukan sesuatu secara bersama-sama untuk pada waktunya berbuka bersama, ber-Idul Fitri bersama.”

“Kemarin saya dan Cak Dil diundang ke Lasem, agak jauh dari Rembang. Yang dikerjakan sederhana. Bersepuluh membuat koperasi dengan modal dua juta rupiah. Kemarin mereka menginformasikan perkembangan koperasi itu sudah menjadi 400 M. Sudah ada lima belasan mobil dinas. Yuk bersama-sama kita pause dikit dari apa yang kita anggap itu benar dan baik padahal tidak. Lalu kita buat dengan Maiyah bersama-sama, untuk menjadi lebih baik. Mungkin tidak perlu banyak-banyak, tapi itulah yang akan menjadi embrio untuk ke depannya.”

Cak Dil yang jam 4 sore baru saja turun dari sawah di Tangerang, literally, menyapa jamaah, “Kalau Pak Tjuk bicara makro, saya akan bicara mikro. Saya betul-betul pelaku yang bersama-sama petani. Saya sama sekali bukan insinyur pertanian.”
“Di Karawang ada sawah sekitar 20 hektar yang tidak mengalami panen karena banyak penyakitnya. Sejak kira-kira setahun lalu, saya memproklamirkan diri untuk turun ke sawah. Dan alhamdulillah banyak teman-teman yang ikut dengan gembira kembali ke sawah meskipun saya tidak begitu optimis. Petani kita bekerja dengan etos hasil, bukan etos kerja. Bukan etos nandur tapi etos panen.”
“Yang terjadi ya seperti sekarang. Petani di Serang dan Tangerang paling sekitar 3 ton atau 4 ton, padahal seharusnya bisa menghasilkan 12 ton. Saya mencoba mempelajari sekian banyak masalah. Petani merupakan korban dari manajemen sandal. Mereka dikelola seperti sandal-sandal di depan masjid, dibiarkan awut-awutan, kalau ada yang baik, dipilih untuk dipakai. Rakyat kita dikelola seperti itu.”

“Saya menemukan kegembiraan-kegembiraan, sedikit demi sedikit. Di Tangerang, contohnya. Awalnya mereka menertawakan saya yang menanam bukan pada umur 22 hari, melainkan ketika umurnya masih 7 hari. Tapi sekarang mereka mulai bergembira menikmati hasilnya. Padahal baru satu bulan dan belum panen, tapi sudah terlihat hasilnya.”
“Tepatnya, yang di Bandung adalah dari 1 butir menjadi 2800 butir dalam waktu empat bulan. Ada juga yang 1 butir menjadi 4000 butir. Untuk memenuhi kebutuhan makannya dalam satu tahun, satu orang cukup menanam 77 butir padi. Seribu butir padi bobotnya yang bagus sekitar 30 gram.”

“Begitu luar biasannya Allah menunjukkan keajaiban, tapi tak ada yang bersyukur. Petani-petani ngakunya panennya jelek, tapi kalau bagus tak ada yang cerita. Petani selalu mengeluh. Dulu ketika mulai menanam di Bogor bersama Pak Tjuk, saya katakan bahwa dulu Sunan Kalijaga tiap menanam dari pinggir sawah sambil bershalawat. Saya coba mendalam dari lapis ke lapis. Ada yang sangat mendasar. Khususnya para ahli, mereka terlalu sombong merasa bahwa merekalah yang berhasil.”

“Termasuk saya kritik juga Pak Tjuk yang tadi berpikir eksploitatif terhadap mikroba. Mikroba pun kita perlakukan sebagai unsur yang kita perlukan untuk kesuksesan kita. Paradigma bertani sesungguhnya melayani bertemuanya benih dengan biota tanah. Dilayani interaksinya, disediakan tempat sebaik-baiknya. Yang harus kita siapkan adalah tempat-tempat untuk memungkinkan terjadinya perjodohan itu. Mikroba bukan karyawan kita. Bahwa kita panen itu hadiah dari Allah, bukan keberhasilan kita mengeksploitasi benih.”
“Satu tanaman menciptakan ruang kehidupan sedemikian luasnya. Satu pohon itu ada berapa ribu daun? Semuanya adalah ruang kehidupan. Selama 30 atau 40 tahun terakhir, para ahli memutus komunikasi antara tumbuhan dengan biota tanah sehingga mereka mati, dorman, atau pergi. Yang harus dilakukan adalah mengembalikan itu semua. Mari kita sediakan ruang sebaik-baiknya agar terjadi interaksi, sintesa antara makhluk-makhluk Allah.”

“Yang saya heran, di Bumiayu  para penyuluh nggak paham sama sekali. Mereka tidak bisa menerima cara tanam saya yang di bawah umur 10 hari. Padahal bisa dilihat bahwa mulai umur 7, rambut akar mulai keluar, umur 12 cabang pertama muncul. Cara meletakkannya pun harus dengan hati-hati, dengan kasih sayang.”

“Petani kita itu  perampok, tidak mengembalikan jerami ke tanah tapi justru membakarnya. Kedua, perlakuan terhadap benih. Orang menabur benih sampai umur 25 atau bahkan 30 hari, diiket, dilempar ke sana ke mari. Dengan diikat pun mereka akan sakit. maka tidak heran jika dua minggu kemudian banyak tumbuhan itu akan layu. Alhamdulillah saya tidak pernah layu sedikitpun menanam pada umur 7 hari. Pada umur itu makanan masih terbawa di dalam benih. Sangat wajar kalau hasil panennya rendah.”

“Saya hanya mencoba menyebarkan kegembiraan, atau setidaknya saya bergembira. Cara menebarkan kegembiraan salah satunya adalah : untuk bulan depan saya usulkan, sudah dengan persetujuan Pak Tjuk, Kenduri Cinta berkenduri dengan beras dari saya. Hasil panen di Bogor lebih-lebih kalau mau dipakai untuk kita semua.”

“Saya orang yang putus asa kepada Indonesia. Saya putus asa kepada mass media sejak tahun 76. Pikiran saya terhadap negara dan institusi : jangan ngriwuki (ngerepotin). Selama ini ke mana-mana kami bukan sama sekali dalam rangka melaksanakan proyek dari mana-mana, melainkan interaksi antarindividu yang bergembira.”

“Hari ini yang namanya pilkada sudah sama dengan infotainment,” Pak Ramdansyah Bakir dari Panwaslu membuka uraian Beliau, “Industri politik hari ini butuh supply-demand. Masyarakat butuh gosip. Kedua, keterbatasan dalam framing. Sebuah fakta belum tentu sebuah kebenaran.”

Pak Ramdansyah sedikit bercerita mengenai proses Pemilukada di Jakarta yang pada putaran kedua sempat menimbulkan keributan karena ada seorang tokoh yang membacakan di dalam masjid Surah Ali Imran ayat 28 dan mengartikannya sebagai kalimat ‘Janganlah memilih Nonmuslim menjadi gubernur Jakarta’.
Cerita Pak Ramdansyah ditutupnya dengan membacakan dua puisi dari buku Watingpung hasil karyanya.

Cak Nun segera menyambung, “Saya kira orang Maiyah terlalu sempit untuk mengurung dirinya antara Foke atau Jokowi. Kita mengurusi sesuatu yang lebih luas dan lebih panjang. Apa yang disampaikan oleh Pak Ramdansyah akan kita elaborasi, kita tarik garis menjadi ilmu ketika pemilihan kedua maupun sesudahnya. Saya hanya ingin mengingatkan, ayat yang dikutip itu tadi, pokoknya jangan mengambil wali yang bukan mukmin. Wali adalah mereka yang kamu mandati untuk mengurus urusan. Ini mohon oleh teman-teman Maiyah dijadikan pembelajaran.”

“Yang pertama, ada mukmin, ada muslim, ada nas. Ini Anda memakai pemahaman kualitatif atau kuantitatif? Bahwa orang yang gugup, yang takut kalah dalam pemilihan kemudian menggunakan ayat tersebut untuk kepentingan praktis, monggo saja. Tapi kita tidak akan berada di situ. Kita akan mempelajari.”

“Alquran itu bukan kitab untuk ummat Islam saja, melainkan untuk semua umat manusia. Rasul Muhammad merupakan rasul untuk semua umat manusia. Itu bedanya Beliau dengan rasul-rasul sebelumnya. Maka retorika dan balaghah atau komunikasi dalam Quran harus sangat kita waspadai secara kualitatif. Misalnya perintah untuk puasa, Yaa ayyuhalladzina amanu bukan merupakan perintah untuk umat Islam saja. Yahudi dan Nasrani adalah saudara seiman kita. Bedanya adalah dengan manusia yang tidak mengacu pada Tuhan. Siapapun saja yang mempertimbangkan hidupnya dengan meletakkan Tuhan sebagai pertimbangan utama, dialah orang yang beriman. Terserah mau Yahudi, Kristiani, Protestan. Mereka monotheis, percaya pada Tuhan yang Satu. Saya tidak akan menuduh Anda secara kuantitatif. Bahkan orang-orang Jawa yang menganut aliran-aliran kepercayaan, mereka monotheis meskipun prosedur pencarian keimanan mereka melalui jalan mencari sendiri.”

“Di dalam Alquran tidak ada ayat Ya ayyuhalladzina aslamu. Jadi kewajiban puasa untuk seluruh umat manusia. Perkara mereka tidak merasa, Tuhan tidak masalah dengan semua itu. Tuhan tidak tergantung sama kita, meskipun Dia rendah hati dengan manjadi Asy-Syakur. Kita yang butuh Tuhan karena kita ingin selamat dalam menjadi apa yang dimaksudkan Tuhan pada penciptaannya.”

“Jokowi mukmin atau tidak? Bukan mulutmu yang menjadikan Allah cinta padamu, melainkan ketulusan hatimu. Kok bertengkar mengenai mukmin? Semua mukmin kok. Allah Mahakaya kok manusia memiskinkan diri. Di dalam kekayaan itu tumbuh pohon yang bernama kegembiraan. Akarnya bernama keikhlasan.”

“Ya ayyuhannas, di situ belum ada konteks mengaitkan dengan Tuhan. Di dalam Maiyah ada konsep : naas, ketika jamak menjadi insan. Kemudian ada ‘abdun, di mana dia melihat dirinya sebagai hamba Allah. Ketiga ada khalifatun, yakni ketika ia melihat dirinya sebagia mandatarisnya Allah yang mengurusi urusan-urusan. Jadi, saya kira Panwaslu ketawa-ketawa aja.”

“Di dalam Alquran, ayat hukum hanya 3,5%, selebihnya merupakan ayat diskusi dan komunikasi. Misalnya ada 3 perda tentang poligami. Pertama, tidak boleh! Kedua, silahkan berpoligami tapi tanggung sendiri. Asal bisa adil, silahkan. Ketiga, sama sekali tidak boleh. Haram, karena Allah mengatakan sendiri, ‘Sesungguhnya kamu wahai laki-laki tidak akan mungkin berbuat adil walaupun engkau sangat menginginkannya’. Allah telah berkata.”
“Cak Fuad telah  mengkonfirmasi bahwa teman seiman adalah semua, teman Kristen, teman Yahudi. Mungkin ada sedikit kritik tentang Trinitas, tapi saya tidak melihat umat Nasrani di Indonesia trinitas-trinitas amat.”

“Kita terjemahkan Tuhan sebagai pemarah di Indonesia, padahal kita marah itu kan karena kita memiliki kepentingan dan kepentingan itu terlukai oleh pihak lain. Sementara Tuhan tidak punya kepentingan apapun. Ketika Tuhan mengatakan bahwa Dia marah, itu adalah kemesraan-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya.”

Konsep Tuhan yang pemarah menimbulkan adanya anggapan bahwa orang berpuasa harus dihormati. Tapi tidak dengan Maiyah, yang berani mengatakan bahwa orang berpuasa untuk mendidik dirinya supaya bisa menghormati orang lain. Justru kita yang menghormati.

“Poin berikutnya adalah: kalau orang intelijen punya 4 level cara memandang sesuatu. Ibarat wartawan, Anda tidak akan memberitakan yang Anda sudah tahu dan publik juga sudah tahu. Ini level pertama. Level kedua yang harus Anda cari untuk Anda beritakan, yakni yang publik belum tahu, tapi Anda tahu. Level ketiga, publik sudah tahu tapi Anda belum tahu; maka turunlah Anda ke lapangan untuk mencari tahu. Maiyah adalah supra-intelijen. Yang kita cari dan kita lahirkan di setiap Maiyah adalah yang publik belum tahu dan kita juga belum tahu, yang baru kita tahu setelah ber-Maiyah.”

“Seperti yang Cak Dil katakan, pendidikan, kebudayaan, politik, agama, menyediakan ruang untuk perjodohan antara mikroba dan benih. Di dalam diri kita juga terdapat tanah yang luas, sungai yang panjang, dan lautan yang tidak terbatas. Di situ kita ciptakan ruang-ruang untuk perjodohan-perjodohan. Karena Allah menciptakan segala sesuatu dengan nafsu untuk menjodoh-jodohkan Diri-Nya.”

“Masa Tuhan bikin Alquran hanya untuk orang Islam? Hanya untuk MUI, NU, atau Muhammadiyah? Alquran untukmu semua, bahkan untuk pohon-pohon, daun-daun, dan semuanya. Bahkan gunung-gunung pun bisa berbicara andai saja kau bisa menangkap bahasanya.”

“Saya gembira hari ini mendengar ungkapan-ungkapan Cak Dil. Saya ngomong masalah sosial karena dia nggak mau aja. Sebenarnya ahlinya dia. Silaturahminya ke seluruh pelosok Indonesia tidak pernah habis. Dia tidak pernah sakit dengan tubuh sekurus itu. Dari Jombang mau ke Jogja saja sempat mampir ke Jember. Energi silaturahminya luar biasa, ilmu sosialnya tidak tertandingi. Saya sempat gemes menyuruh dia menulis, tapi tak pernah berhasil karena sejak tahun ’76 dia sudah putus asa sama media massa, sementara saya membutuhkan 30 tahun kemudian untuk putus asa. Saya sangat gembira malam ini karena InsyaAllah KC malam ini bukan hanya yang terbaik tapi juga penuh berkah. Soal Jokowi dan Foke kan soal kecil. Kita asuh saja mereka, tidak ada masalah. Indonesia itu panjang, tidak bisa terjajah.”

“Jangan terlalu meregulasi hidupmu. Kamu itu ahsani taqwim. Kamu itu masterpiece-nya Tuhan. Kamu tidak perlu motivasi-motivasi.”

“Saya kira manusia Indonesia akan mengagetkan manusia dunia pada waktunya. Karena dulu, mulai generasi ke-4 dari Nabi Adam ada Anwar dan Anwas. Anwas menurunkan Yahudi, Arab, dan Eropa. Anwar lahir dari campuran manusia, malaikat, dan iblis. Dari Anwar inilah lahir orang-orang Jawa. Anda itu begitu mudah menggabungkan iblis dan malaikat menjadi pengantin. Maka bukan hal aneh jika tiba-tiba menjadi Muslim semua kalau Ramadhan, bukan aneh jika kita mampu menipu orang di depan Ka’bah, dan seterusnya.”

“Mudah-mudahan bulan depan Cak Dil betul-betul nasinya kita makan. Saya kagum. Dia adik saya nomer dua, jadi dia anak keenam. Kami sama-sama tidak sekolah, dan itulah yang menyebabkan hari ini kami bisa bertemu di sini.”
Jam setengah tiga dini hari, Cak Nun mempersilahkan Mas Beben dan kawan-kawan untuk naik ke panggung. Bersama istrinya, Inna Kamarie, Mas Beben membawakan lagu Summer Time lalu disambung dengan Fly Me To The Moon. Setelah itu, mereka berkolaborasi dengan Letto membawakan lagu Ruang Rindu dan Permintaan Hati. Kemudian atas permintaan langsung dari Cak Nun, Mas Sabrang dan Mbak Inna Kamarie menyanyikan lagu Love of My Life.

Pada malam itu juga, CN secara resmi mengundang Mas Beben ‘n Friends untuk anytime datang ke acara-acara Maiyahan di Jogja maupun di Surabaya.
Mas Sabrang sedikit bercerita mengenai Letto yang selama dua puluh hari menggelar roadshow di sekolah-sekolah di Jakarta dalam program Musik Edukasi.
Tiga puluh menit lepas dari pukul tiga, Cak Nun mengajak jamaah untuk secara khusyuk bershalawat. Syekh Nursamad kemudian memimpin doa bersama. Selepas itu, panggung berubah menjadi tempat makan sahur bersama.

Sumber:  http://www.caknun.com/2012/puasa-pause/