Thursday 18 August 2011

Bangsa Yang Belum Sembuh (2 habis)

Ketimpangan kesejahteraan yang dialami secara berkepanjangan oleh bangsa Indonesia ditengarai disebabkan oleh beberapa hal:
1. Tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga jumlah golongan terpendidik masih rendah. Rendahnya pendidikan ini berakibat luas dan masif ke berbagai bidang, misalnya sangat terasa di bidang politik. Sejak reformasi di tahun 1998, ketika demokrasi dan HAM diperkenalkan secara sungguh-sungguh di Indonesia, bagi rakyat demokrasi itu adalah demonstrasi, sehingga hampir seluruh persoalan diselesaikan melalui demo. Ironisnya seringkali demo berubah menjadi anarkhis. Di lain pihak rakyat menganggap HAM itu adalah masalah elit bahkan dikatakan “titipan” asing (barat), mereka tidak paham, padahal HAM itu sebenarnya telah ada bersamaan dengan lahirnya agama. Bahkan hampir bisa dipastikan agama lahir karena pelanggaran HAM yang berlebihan yang dilakukan para penguasa tyran saat itu. Jangankan rakyat, aparat penegak hokum, utamanya polisi, terlihat masih gagap mengimplementasikan HAM di lapangan. Penyakit ini masih memerlukan beberapa waktu untuk penyembuhannya. Pemerintah harus serius membangun dunia pendidikan.

Dalam konteks yang lain, dalam Pemilihan langsung misalnya, betapa hasilnya mengecewakan. Anggota legislative, terutama di daerah yang terpilih bukan orang-orang terbaik dari daerah pemilihannya, bahkan banyak diantara mereka adalah pecundang. Demikian juga dampaknya di sector ekonomi, sangat sulit mencari orang yang punya kemampuan mengelola usaha-usaha secara professional, sehingga setiap bantuan datang dari pemerintah untuk UKM misalnya, dana yang diberikan itu akan hilang begitu saja. Hanya satu, dua UKM yang mampu mengelola dana bantuan secara baik dan berhasil. Kegagalan mereka umumnya disebabkan factor pendidikan dan pengalaman.

2. Mental pengelola Negara yang buruk adalah penyebab Negara ini dikelola dengan cara yang salah. Dari periode ke periode, masalah korupsi tidak pernah habis-habisnya, selalu saja kasus-kasus korupsi menjadi topik-topik unggulan media massa yang melibatkan para pengelola Negara, dari yang kelas teri sampai yang kelas kakap. Sungguh mengerikan, betapa ironisnya bangsa yang 100% bertuhan dan 80-90% diantaranya Islam, justeru perilaku korup tumbuh dengan suburnya. Orang sering mengatakan perilaku korup ini sudah membudaya, artinya perbuatan korup itu seakan-akan mengalami pembenaran secara diam-diam karena itu perbuatan itu menjadi biasa di mana-mana.

Dampak Korupsi ini tentu sangat dahsyat. Negara mengalami kerugian besar yang uangnya berasal dari rakyat. Sekedar ilustrasi singkat; Seorang Pemborong mendapatkan proyek dari Pemerintah, ada aturan yang tidak tertulis, bahwa Sang pemborong akan memberikan fee minimal 10% dari nilai proyek kepada pemberi pekerjaan (pemerintah). Misalnya nilai proyek Rp.100 juta x 10% = 10 juta. Ingat saya katakan ini nilai minimal, jadi bisa jauh lebih tinggi, tergantung deel. Ini yang menyebabkan perusahaan tersebut mengurangi kualitas pekerjaan, bahkan terpaksa menyunat gaji karyawannya, mengurangi kualitas manajemen internalnya, mengurangi kualitas SDMnya dan sebagainya.

Karenanya jangan heran kalau sektor swasta tidak maju maju di Negara ini. Seorang karyawan swasta, kecuali sector-sektor tertentu seperti perbankan, tidak ada pikiran untuk terus-terusan bekerja di perusahaan itu. Selalu saja ada upaya mereka untuk masuk menjadi PNS karena dianggap pekerjaan yang paling prospektif. Persoalan mental ini pula yang menjadikan para penyelenggara Negara berperilaku feodal, bermental boss sedangkan rakyat adalah bawahannya. Jadi jangan heran jika seorang anak bangsa yang mendatangi kantor pemerintah akan dipandang sebelah mata oleh para karyawan.
Selain itu para penyelenggara Negara selalu ingin mencari selamat, mementingkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri dan sebagainya. Mental-mental seperti ini sudah sangat kuat menghujam dibalik kulit para PNS. Walaupun demikian tentunya, tidak semua PNS, penyelenggara Negara yang bermental seperti itu, namun sayangnya jumlah mereka terlalu kecil.

3. Mental Para Penegak Hukum mulai dari Polisi, Jaksa sampai dengan Hakim juga sangat buruk. Pengakuan masyarakat yang pernah berurusan dengan mereka-mereka sungguh memalukan. Orang memelesetkan KUHP = Kasi Uang Habis Perkara plesetan ini ditujukan bagi ke-3 lembaga penegak hukum tersebut. Memang Pemerintah berupaya membenahi keadaan ke 3 lembaga ini namun saya melihatnya masih jauh dari mimpi. Sebagai rakyat kecil hanya bisa berharap keadaan ini segera berakhir.

4. Kualitas pendidikan atau out put pendidikan, mulai dari SD sampai dengan Peguruan Tinggi sebagian besarnya memperihatinkan. Banyak sekali lembaga pendidikan yang asal-asalan tanpa sedikitpun mempertimbangkan kualitas. Output pendidikan yang buruk ini kemudian menimbulkan pengangguran intelektual secara masal, artinya pengangguran kaum terpelajar karena tidak mendapatkan pekerjaan. Jika kualitas pendidikan Negara ini baik, sduah pasti banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghasilkan uang. Invention yang berasal dari tenaga-tenaga berkualitas akan terus berkarya berkarya dan berkarya. Tapi ini belum bisa dilakukan. Kita memang masih berharap terhadap beberapa lembaga pendidikan yang sudah professional, seperti ITB, UI, UGM, IPB dan lain-lainnya.

5. Faktor mental masyarakat yang malas belajar ilmu pengetahuan, tidak punya etos kerja sebagaimana orang Jepang, China, Korea dan sebagainya. Jika kita masuk ke rumah-rumah orang di seluruh negeri ini, kita akan menyaksikan betapa rumah sangat kering dengan buku atau sumber2 ilmu pengetahuan lainnya. Orang lebih suka mengumpulkan barang-barang konsumtif dari pada buku, orang lebih suka bergunjing dari pada membicarakan ilmu, orang lebih suka menghayal dari pada berpikir, orang lebih suka bermimpi daripada membaca, orang lebih suka berbicara daripada menulis dan mendengar. Kenyataan ini adalah penyakit kronis bagi bangsa yang tanah airnya sangat subur dan kaya ini. Orang menyebut tanah air ini surga tapi penduduknya seakan tinggal di neraka.

6. Mental saling salahkan antara penguasa dengan yang dikuasai. Rakyat selalu menuduh pemerintah tidak becus, sebaliknya pemerintah juga menuduh rakyat terlalu bodoh untuk menerima gagasan dan program pembangunan yang canggih. Rakyat tidak sanggup menerapkan nilai agung dan beradab yang membalut suatu undang-undang sehingga wajar rakyat hanya taat pada hukum jika ada polisi. Sebaliknya rakyat menganggap Pemerintah tidak transparan, pemerintah sering diam-diam membuat Undang-undang pesanan bangsa lain dan merugikan rakyatnya.

7. Anggota DPR/DPRD yang terkesan over acting, meraka yang semuanya adalah kepanjangan tangan partai sesungguhnya lebih memilih mendukung dan berjuang untuk kepentingan partainya daripada untuk kepentingan rakyat. Ironisnya banyak diantara mereka yang hanya memanfaatkan lembaga ini untuk status social semata dan mencari keuntungan pribadi. Kondisi ini tercipta karena latar belakang anggota DPR/DPRD sangat beragam status social/status ekonominya dan juga status intelektualnya. Seandainya anggota DPR/DPRD rata-rata memiliki latar belakang status social yang baik, status intelektual yang baik maka bisa dipastikan mereka akan menjadi lembaga wakil rakyat beneran. Jadi mereka akan mendukung atau tidak mendukung program pemerintah dilakukan secara profesional dan proforsional.

Jadi selama mental penyelenggara Negara masih buruk, mental masyarakat masih buruk, mental aparat penegak hukum masih buruk, maka jangan terlalu berharap Indonesia bisa maju bersaing dengan Malaysia, Singapura, Korea, Jepang dan Negara-negara barat lainnya.

Bangsa ini masih mengalami penyakit berkepanjangan dan sampai saat ini belum mendapatkan obatnya. (arya sosman)

Wednesday 17 August 2011

Bangsa Yang Belum Sembuh (1)

Entah kapan bangsa ini mulai terbentuk sampai kini tak seorngpun mengetahuinya. Yang pasti Bangsa ini terbentuk gara-gara Belanda datang menjajah ke sekitar kepulauan hindia ini. Kalau kita menggunakan cara berfikir formal, maka bangssa ini lahir pada tanggal 28 Oktober 1928 atau pada tanggal 17 Agustus 1945, terserahlah pilih yang mana saja sesuai selera masing-masing.

Sebelum Belanda mulai menjajah, di wilayah ini dihuni oleh puluhan bahkan mungkin ratusan kerajaan alias Negara alias bangsa. Pengertian Negara pada masa itu bukanlah sama sebagaimana pengertian Negara modern yang ada seperti sekarang ini. Sekumpulan orang-orang seketurunan yang menghuni suatu wilayah, yang disebut suku sudah cukup disebut Negara atau bangsa yang berdiri sendiri. Mereka hidup secara otonom, mandiri dan biasa kerjasama dengan suku – suku disekitarnya.

Kesederhanaan bentuknya inilah yang kemudian menjadikannya rapuh, gampang tumbuh gampang bubar. Gampang menyatu gampang pecah. Apalagi pada masa itu hukum tertinggi itu adalah kekuatan. Siapa paling kuat berkelahi atau berperang maka dialah yang muncul sebagai pimpinan/raja. Maka suku-suku besar yang menjelma menjadi kerajaan besar lazimnya ditopang oleh kekuatan tentara yang gampang sekali menaklukkan suku/bangsa kecil.

Sriwijaya dan Majapahit adalah contohnya. Konon Majapahitlah yang paling berjaya menaklukkan kerajaan/Negara disekitar kepulauan hindia ini. Orang kemudian menyebutnya “awal terbentuknya bangsa Indonesia” atau embrio dari sebuah bangsa besar yang disebut bangsa Indonesia. Namun setelah runtuhnya kerajaan Majapahit muncullah kerajaan Islam di Jawa Timur. Kerajaan Islam ini kemudian melanjutkan visi Majapahit tetapi kerajaan Islam hanya penguasaan budaya, bukan politik, artinya agama Islam semakin menguat di tanah Jawa dan daerah lainnya di luar pulau Jawa.

Jadi ketika Kerajaan Islam berdiri, bangsa Indonesia masih dalam pecahan-pecahan kecil yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang bertebaran di nusantara ini..
Barulah kemudian hubungan budaya, hubungan ekonomi meningkat menjadi hubungan politik setelah Belanda nyata-nyata menjajah kerajaan2 di seputar nusantara ini.
Embrio yang pernah terbentuk di jaman Majapahit itupun tanpa disadari semakin menguat dengan kedatangan Islam, jangan lupa keberadaan Belanda di wilauah ini memberikan efek positif bagi terbentuknya bangsa Indonesia. Dengan banyaknya perlawanan terhadap Belanda telah mengilhami tokoh-tokoh lain untuk melakukan hal yang sama. Paling tidak pemberontakan atau perlawanan itu telah menimbulkan perasaan simpati di kalangan raja-raja lain di nusantara ini.

Sentimen itulah yang dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh intelektual seperti HOS Cokroaminoto, Alimin, Tan Malaka, Bung Karno, Bung Hatta, Moh. Yamin, Agus Salim dan lain-lain sebagainya untuk pembentukan bangsa yang disebut bangsa Indonesia.

Tahun 1945 adalah tonggak sejarah terpenting dalam puncak kebangsaan Indonesia, dimana semua kelompok sepakat untuk membentuk bangsa yang bernaung dibawah Pancasila, bersepakat untuk bersatu dalam keperbedaan (Bhineka Tunggal Ika) untuk menuju bangsa yang besar, kuat, jaya, berdaulat, demokratis, makmur dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Setelah sepakat dengan visi itu mulailah negara ini membangun politik, ekonomi, hukum, pendidikan, budaya dan sebagainya.

Bangsa inipun kemudian menanti hasilnya, namun setelah sekian lama merdeka, sejak 1945 s.d. sekarang (2011) masih banyak rakyat yang sengsara, kesusahan dan stress. Sementara sebagian kecil rakyat hidup dengan kelimpahmewahan, bahkan hidup serba berlebihan. Mereka yang hidup serba kekurangan, serba sengsara terutama paling banyak di daerah Indonesia bagian timur, sementara mereka yang hidu dalam kelimpahmewahan uumnya tinggal di Jakarta tau Indonesia bagian Barat.

Betapa tidak adilnya pemerintahan selama ini, mulai dari Soekarno sampai dengan Soeharto. (Rezim sejak reformasi tidak saya libatkan disini karena sisetem pembangunan sudah direvolusi dan periodenya masing –masing terlalu pendek dan baru untuk mengatakan mereka gagal ).

Gagalnya Pemerintahan memenuhi keadilan, kesejahteraan inilah yang kemudian menimbulkan kemarahan di Papua dan daerah2 lainnya. (bersambung)

Sunday 14 August 2011

Nazarudin Benci Tapi Rindu (2 habis)


Serangan bertubi-tubi yang dilakukan Nazarudin dari persembunyiannya membuat masyarakat percaya, paling tidak sebagian, kepadanya. Disatu sisi masyarakat membenci ulah Nazarudin yang mencuri uang rakyat tetapi disisi lain masyarakat juga ingin melindunginya. Perasaan ingin melindungi ini kemudian menimbulkan rasa empati dan simpati baginya. Pertanyaannya “anehkah seorang koruptor mendapat kehormatan dari bangsanya sendiri karena ia telah bertindak sebagai Mr. Blower?”

Kedatangan Nazarudin setelah 81 hari bersembunyi (23 Mei 2011 – 7 Agustus 2011) di 3 benua 8 negara (Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Spanyol, Amerika Serikat, Dominika dan Kolombia) sudah pasti membuat stress berat bagi mereka yang terlibat.

Presiden SBY sudah tentu deg-degan, harap-harap cemas, bagaimana kalo benar Anas dan petinggi Demokrat lainnya terlibat,bagaimana dengan Ibas?, bagaimana nasib Partai Demokrat? mampukah ia mempertahankan kredibilitasnya?

Selama ini mereka selalu menyatakan “siap” menjelaskan segala sesuatunya tentang tuduhan Nazarudin di KPK atau di pengadilan, bila diperlukan. Mereka juga sering meminta Nazarudin pulang untuk menjelaskan dan membuktikan tuduhannya secara terbuka di pengadilan. Tak kurang Presiden SBY sendiri secara resmi meminta dan memerintahkan Kapolri untuk segera menangkap dan memulangkan Nazaruddin.

Walaupun demikian Nazar selalu menolak untuk pulang dengan alasan KPK telah berkonspirasi dengan Anas Urbainingrum untuk mengorbankannya seorang diri.
Adanya antagonisme ini telah membuat sebagian orang yakin dengan ucapan Nazarudin dan sebagiannya lagi meragukannya. Entahlah mana yang benar. Yang pasti karena masyarakat trauma dengan kasus-kasus sebelumnya, kini mereka sulit percaya dengan aparat penegak hokum. Masyarakat sulit membedakan pernyataan orang bohong dengan pernyataan orang jujur. Bahkan pernyataan Presiden sekalipun tidak dipercaya.

Inilah zaman yang harus ditempuh oleh bangsa Indonesia, suatu zaman dimana rakyat sulit memberikan kepercayaan kepada pemimpin2nya. Suatu zaman dimana orang sulit membedakan orang jujur dengan pecundang.

Bahayanya jelas sekali, jika keadaan ini terus menerus berlangsung maka kita tinggal menunggu waktu, cepat atau lambat, bangsa ini akan bubar dan pecah berkeping-keping menjadi kesatuan-kesatuan kecil. Dan nama Indonesai pada akhirnya hanya akan menjadi dongeng dan kenangan.

Kini Nazarudin telah kembali ke Indonesia dan ditahan oleh KPK, lembaga harapan sebagai benteng terakhir keadilan dan kepercayaan, namun pertanyaannya adalah “sanggupkah KPK memerlakukan Nazaruddin secara benar, adil, berani dan transparan sebagaimana harapan semua orang”?
Sungguh penanganan dan pengadilan buat Nazarudin benar2 menjadi barometer penegakan hukum di Indonesia. Mudah2an keputusan buat Nazaruddin bisa dipercayai. (ary@sosman)

Kasus Nazarudin Yang Fenomenal (Bag 1)




Nazarudin adalah manusia biasa seperti kita-kita ini hanya saja dia kebetulan pengurus teras Partai politik terbesar di tanah air ini. Di samping itu ia juga seorang anggota DPR-RI, pejabat negara. Di luar itu ia juga mengasuh banyak perusahaan. Kedudukan strategis itulah yang membuatnya leluasa mendapatkan pekerjaan alias proyek yang dibiayai oleh Negara (APBN) dengan nilai triliyunan rupiah. Maka ia menjelma menjadi orang muda yang sangat kaya.

Orang mengatakan uang itu tuhan, entah tuhan yang keberapa, yang pasti uang menjadikan orang bisa melakukan apa saja, bahkan di negeri Indonesia yang rakyatnya memegang teguh nilai agama.

Nazarudin juga menghambur-hamburkan uang upeti buat para penguasa, ada yang menolak, seperti sekjen Mahkamah Konstitusi yang kemudian diumumkan langsung oleh Mahfud MD di Istana Negara bersama Presiden SBY. Kasus ini menjadi heboh dalam waktu yang lama. Tak lama setelah itu kejahatan Nazarudin terendus oleh KPK di kantor Menpora, ketika ia terendus mengirimkan uang terlarang ke Sekjen Menpora. Kasus inilah yang kemudian membuatnya melarikan diri ke luar negeri, mulai dari Singapura, Kambodja dan lain-lain dan yang terakhir ia ditangkap oleh Polisi di sebuah kota Negara Columbia. Ternyata dia bebas keluar masuk antar Negara berkat paspor palsu. Dia menggunakan Paspor saudara sepupunya yang wajahnya mirip.

Selama pelarian atau persembunyiannya itu di dalam negeri tiada hari tanpa head line di media-media bahkan menjadi gunjingan masyarakat sehari-harinya. Popularitas beritanya bukan karena pribadi sang tokoh tapi karena kejahatannya itu membawa-bawa nama orang besar di negeri ini. Sebut saja Menpora Alfian Andi Malarangeng, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbainingrum, Anggota DPR Angelia Sondakh, Chandra Hamsyah salah satu Ketua KPK dan lain-lain.

Bayangkan jika benar Andi Malarangeng, Anas Urbainingrum, Chandra Hamsyah dll itu terlibat, apa kata dunia. Sekalipun mereka telah melakukan klarifikasi /bantahan berulang-ulang namun ucapan Nazarudin nampaknya lebih dipercayai oleh masyarakat sampai benar-benar dibuktikan di depan pengadilan.

Mula-mula Nazarudin membuka borok para koleganya itu dari luar negeri melalui twitter, blog dan BBM yang ia kirimkan ke beberapa media masa terkenal kemudian ia melakukan wawancara dengan cara tele conference menggunakan telepon selulernya.
Baik isi BBM maupun hasil wawancaranya disiarkan hampir setiap hari selama berbulan-bulan oleh media, terutama Metro TV dan TVONE. Tak ayal sebagian masyarakat menganggap cara-cara televisi menyiarkan itu bermuatan politik untuk kepentingan Pemilu 2014 nanti. Orangpun mengait-ngaitkan Surya Paloh dan Abu Rizal Bakri, karena mereka masing-masing sebagai pemilik Metro TV dan TVONE, sebagai orang yang sengaja memblow up kasus ini secara tidak proporsional.

Di pihak lain sebagian masyarakat juga berterima kasih kepada kedua televisi itu. Karena ada kecurigaan kasus Nazarudin akan direkayasa sedemikian rupa sehingga akan bernasib sama dengan kasus Gayus yang nyata-nyata mengorup uang Negara demikian besar namun di pengadilan dia hanya diberikan tuduhan ringan. Jadi peranan media masa, khususnya Metro dan TVONE didorong dan diharapkan secara terus menerus mengawal proses penanganan kasus tersebut hingga Nazarudin tidak berubah menjadi Gayus. (bersambung)

Thursday 11 August 2011

Islam di Mata Para Presiden AS

Presiden yang paling menunjukkan kesungguhannya menggapai dunia Islam adalah Obama.


VIVAnews - Islam telah menjadi bagian dari pondasi nilai-nilai kebangsaan di Amerika Serikat sejak agama ini masuk pada abad ke 18. Terbukti, beberapa kepala negara AS tidak memandang Islam sebelah mata, bahkan menjadikannya mitra.

Hal ini disampaikan oleh Utusan Khusus Menteri Luar Negeri AS untuk Masyarakat Muslim, Farah Anwar Pandith, kepada VIVAnews.com, Selasa, 9 Agustus 2011.

Dia mengatakan Islam yang datang melalui para pendatang dari Timur Tengah telah ratusan tahun menyumbang nilai-nilai di AS. "Ini yang telah menjadikan Islam bagian dari AS. Imigran memperkaya AS dengan budaya dan warisan yang mereka bawa," ujar Pandith.

Beberapa kepala negara, mulai dari George Washington hingga Barack Obama, menghormati hal ini. Berbagai dokumen dan laporan, lanjut Pandith, juga menunjukkan sejarah hubungan antara kepala negara AS dengan Islam.

"Presiden Thomas Jefferson memiliki al-Quran di perpustakaan pribadinya. John Quincy Adam, adalah presiden AS pertama pernah mengadakan buka puasa bersama di Gedung Putih, tamunya adalah Duta Besar Tunisia," kata Pandith.

Tidak sampai di situ, lanjut Pandith, 50 tahun lalu Presiden Eisenhower memberikan lahan di Washington DC bagi warga Muslim untuk mendirikan mesjid dan tempat pemakaman. Lahan ini diberikan setelah Eisenhower memahami keluh kesah Muslim di Washington yang tidak memiliki tempat ibadah. "Tempat inilah yang kemudian menjadi Islamic Center Washington," kata Pandith.

Presiden Gerald Ford dan Jimmy Carter, jelas Pandith, juga memberikan sedikit waktunya untuk turut berdoa pada waktu berbuka puasa.

Presiden George W Bush juga memiliki Al Quran di Gedung Putih. "Bush adalah Presiden AS pertama yang menunjuk seorang Muslim menjadi imam AS untuk misi kebebasan beragama di dunia," jelas Pandith.

Namun, kata Pandith, presiden yang paling menunjukkan kesungguhannya dalam usaha menggapai dunia Islam adalah Presiden Obama. Pandith mengatakan pada pidato inagurasi Obama, lelaki kulit hitam ini telah menyampaikan niatnya mendekati Muslim dunia. Setelah itu, Obama menyampaikan misinya tersebut di Turki pada pidatonya yang terkenal.

"Untuk melakukan ini, Obama melakukan riset untuk pendekatan dengan dunia Muslim," kata Pandith seraya mengatakan ucapan Obama ini diimplementasikan oleh seluruh departemen di AS. (Denny Armandhanu, Indrani Putri)

Sumber: http://dunia.vivanews.com/news/read/239425-para-presiden-as-menjadikan-islam-mitra

Kisah Kerang Mutiara dan Kerang Rebus

Kisah si anak kerang yang membalut pasir penderitaan menjadi mutiara kemuliaan


Ketika saya duduk sendirian, Ayah saya datang menghampiri dan menceritakan kisah kerang muda:

Pada suatu petang, di dalam lautan seekor anak kerang yang masih muda belia mencari makan dengan membuka penutup badannya (cangkangnya), ketika itu pasir masuk ke dalam tubuhnya. Sang kerang menangis, "Bunda sakit bunda...sakit...ada pasir masuk ke dalam tubuhku.

Sang Ibu menjawab, "Sabarlah anakku, Tuhan tidak memberikan kita alat untuk mengeluarkan pasir itu bahkan cara untuk menghilangkan rasa sakitnya sekalipun. Karena itu jangan kau rasakan sakit itu, bila perlu berikan kebaikan kepada sang pasir yang telah menyakitimu.

Tapi kerang yang masih muda itupun terus menangis karena tak tahan dengan rasa sakit, namun karena tidak ada jalan lain ia berusaha menjalankan nasehat bundanya dengan menggunakan air matanya membungkus pasir yang masuk ke dalam tubuhnya. Sekalipun sakit cara itu terus menerus setiap hari ia lakukan, dan secara berangsur-angsur rasa sakit itupun berkurang dan bahkan akhirnya hilang.

Ajaibnya tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk di dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Kian lama kian bulat. Dan rasa sakit pun semakin berkurang. Mutiara semakin menjadi. Kini, bahkan rasa sakitnya pun terasa biasa. Dan ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar, utuh, dan mengkilat akhirnya terbentuk sempurna.
Si anak kerang berhasil mengubah pasir menjadi mutiara. Deritanya berubah menjadi mahkota kemuliaan. Air matanya menjadi harta yang sangat berharga. Dirinya sekarang, sebagai bentukan nestapa, lebih berharga daripada sejuta kerang lainnya yang cuma disantap orang di bawah naungan tenda-tenda di pinggir jalan yang bertuliskan ” Sedia Kerang Rebus”. Kristal kekecewaannya kini telah menjadi perhiasan mahal dan bergengsi tinggi di leher-leher indah para perempuan kaya yang menambah kejelitaan mereka.

Ketika kerang itu dipanen dan kemudian dijual, maka kerang yang berisi sebutir pasir itu harganya mahal. Sementara kerang yang tak pernah merasakan sakitnya pasir dalam tubuhnya, ia menjadi kerang rebus yang dijual murah bahkan di obral di pinggir-pinggir jalan.

Setelah menarik napas panjang, ayah saya melanjutkan, "Kalau kamu tidak pernah mendapat cobaan dan merasakan rasa sakit, maka kamu akan menjadi kerang rebus atau orang murahan. Tapi kalau kamu mampu menghadapi cobaan, bahkan mampu memberikan manfaat kepada orang lain ketika kamu sedang mendapat cobaan, maka kamu akan menjadi mutiara."

"Anakku..., kerang rebus dijual obral di pinggir jalan sementara mutiara dijual mahal, diletakkan di tempat terhormat dan dikenakan oleh orang-orang yang terhormat. Hidup adalah pilihan wahai anakku... kamu bisa memilih hendak menjadi kerang mutiara atau kerang rebus, semua terserah kamu."

Ayah saya kemudian bertanya, "Kamu memilih menjadi apa, nak?" Maka, segera saya jawab, "Saya ingin menjadi kerang mutiara pak!"


Sumber: dari beberapa sumber, diolah