Friday 10 September 2010

Hari Raya Idul Fitri Yang Berlebihan

Oleh Arya Sosman

Hari Raya Idul Fitri yg dirayakan di indonesia telah mengalami distorsi dari substansinya. Rakyat Indonesia telah salah kafrah dalam melaksanakannya. Menurut beberapa sumber, di negara muslim linnya lain Hari Raya Idul Fitri dilaksanakan secara biasa saja, tiak ada yang istimewa, yang penting adalah substansinya, di pagi hari kewajiban kita hanya shalat berjamaah, menggunakan pakaian terbaik, tapi bukan berarti baru, mahal atau mewah, yg penting adalah bersih, pakaian terbaik adalah pakaian yang paling disukai diantara pakaian yang ada. Lalu setelah itu bersalam-salaman dengan keluarga, keluarga, tetangga dan teman-teman. Bagi keluarga atau temman yang jauh tempat tinggalnya cuku menggunakan pesan menggunakan media apa saja. Tidak perlu harus berbondong-bondong secara kolosal pulang mudik jika hanya mendatagkan kemubaziran sosial bahkan kembaziran religi. Setelah itu cuuplah menyajikan hidangan biasa-biasa saja tidak perlu sampai membeli maupun membuat makanan/minuman yang berlebihan dan mahal. Disamping itu juga untuk menyempurnakan Ibadah puasa kita diwajibkan berzakat dan bersedakah bagi yang mampu, sedangkan mereka yang tidak mampu jangan memaksakan diri, karena alasan malu/tidak enak lalu memaksa diri melakukannya. Tentu hal ini hanya akan menimbulkan kemubaziran yang sia-sia.
Demikian juga bagi mereka yang mampu jangan pamer harta dengan membagi-bagi sembako, uang dengan cara yang tidak baik. Lakukanlah sedekah itu dengan cara yang beretika. Bahkan agama mengajarkan kita untuk memberi (sadakah) jangan sampai diketahui oleh tangan kiri kita. Demikian pula bagi mereka yang duaffa jangan memaksa orang untuk memberi, baik secara langsung maupun tidak.
Dari berbagai sumber menyebutkan di negara-negara muslim lainnya merayakan lebaran biasa-biasa saja, tidak harus berpakaian baru, tidak harus menyediakan hidangan berlebihan, tidak harus mudik secara kolosal sebagaimana di Indonesia.
Keseluruhan situasi di atas telah menggoda dan menginspirasi pribadi-pribadi orang untuk berusaha mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Okelah jika perilakunya positif tetapi bagaimana jika mendapatkan uang dengan cara-cara yang tidak halal? Bukankah menjadi ironis tatala uang yang diperoleh sebenarnya diniatkan untuk ibadah?.

Karena itu Ummat Islam Indonesia seharusnya sudah mulai introspeksi dalam melaksanakan ibadah Idul Fitri. Jangan sampai mencari kemenangan karena selama 1 bulan berhasil menahan diri dari segala godaan lalu untuk merayakannya dengan mabuk-mabukan. Saya khawatir bukan kemenangan yang kita peroleh tetapi justeru kekalahan telak.