Friday 22 May 2009

Visi 3 Calon Presiden

Tanggal 8 Juli 2009, Insya Allah bangsa Indonesia akan memilih Presiden baru yang ke 7, setelah (Sukarno, Suharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan Soesilo Bambang Yudooyono [SBY]) untuk 5 tahun ke depan.

Ada 3 pasangan yang akan bertarung, yakni Yusuf Kalla-Wiranto, SBY-Boediono dan Megawati Sukarno Putri-Prabowo Subianto. Ketiga pasangan ini diperkirakan akan bersaing ketat, karena masing-masing memiliki kekuatan yang tidak bisa dipandang remeh. Dari hasil-hasil poling kita ketahui pasangan SBY/Boediono masih menduduki tempat tertinggi dibanding kedua rivalnya. Akan tetapi JK-Wiranto akhir-akhir ini, yang semula sangat tidak diunggulkan, menurut hasil polling terbaru secara mengejutkan menyusul ke dua rivalnya bahkan tim suksesnya yakin akan kemenangannya.

Salah satu stasiun televisi, TVONE, bekerjasama dengan Kadin, melakukan acara "Presiden Pilihan" sebuah acara yang didisain untuk mendiskusikan visi/misi para Capres. Secara berturut-turut selama 3 hari ke tiga Capres telah menyampaikan visinya di depan anggota KADIN. Saya kira dari sisi komiten dan tujuan ketiganya hampir sama, yakni mengusung ekonomi kerakyatan dan bisa menerima sistem pasar bebas dengan proteksi yang ketat untuk rakyat. Akan tetapi dari segi substansi dan cara penyampaian yang paling mengecewakan saya pribadi adalah Megawati. Hampir seluruh pertanyaan KADIN tidak bisa dijawab secara baik.

Sementara SBY dan JK tampil meyakinkan dengan bobot intelektual yang sejajar akan tetapi dengan still yang berbeda. SBY lebih bernuansa akademis, dia mengesankan seorang dosen yang sedang memberi kuliah di depan mahasiswanya, sedangkan JK lebih bergaya kerakyatan dan populis, lebih menggambarkan kepemimpinan yang partisipatif. Artinya bahwa SBY dan JK adalah 2 calon Presiden yang paling pantas untuk menang, karena mereka telah berhasil meyakinkan rakyat akan visinya.

Seorang pemimpin apalagi Presiden wajib memiliki kemampuan untuk membahasakan gagasan-gagasannya, bahkan menurut para ahli justeru kemampuan ini yang lebih penting daripada intelektualnya. Ini pernah terjadi pada salah seorang Presiden Amerika (maaf saya lupa namanya), sang Presiden AS ini secara intelektual biasa-biasa saja tetapi berhasil membangun Amerika. Keberhasilannya tersebut bukan karena kecerdasannya tetapi karena komunikasinya yang baik.

BANGSAKU HARUS CERDAS MAKA PEMIMPINKU HARUS LEBIH CERDAS!

Thursday 21 May 2009

MIGRASI TV ANALOG KE DIGITAL

Tanggal 20 Mei kemarin kita menyaksikan melalui TV (SCTV) Presiden SBY meresmikan Peralihan TV Analog ke TV Digital. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah menaiki satu tangga lagi menuju Hight Technology semakin berbobot. Bahkan Negara super teknologi, seperti Amerika, baru beberapa bulan yang lalu (Pebruari 2009) melakukan hal yang sama, kita hanya terlambat dalam hitungan bulan. Menurut literaturnya, TV Digital(DTV) bisa untuk menerima dan mengirim suara dan gambar bergerak dengan cara digital, atau dengan kata lain, memungkinkan pemirsanya berinteraksi dengan saluran TV tersebut.

TV dikembangkan menggunakan sinyal digital yaitu rangkaian 0 dan 1 yang biasa disebut DTV atau Digital Television. Semua hal yang berhubungan dengan DTV menggunakan system digital, yaitu transmisi digital, camera digital dan receiver digital. Mungkin kita sudah sering mendengar tentang TV Satelit dan TV Kabel digital, tetapi sebenarnya kedua TV tersebut tidak termasuk TV Digital karena kedua TV ini masih menggunakan sinyal analog yang diubah menjadi sinyal digital untuk ditransmisikan kemudian mengubahnya kembali menjadi sinyal analog agar bisa dilihat oleh pemirsa.

Karena metode broadcastnya menggunakan sistem digital (pengirimannya memakai kode biner) maka diklaim mampu memberikan gambar yang lebih tajam dan suara yang lebih jernih. Metode ini mampu mengirim gambar mulai 1280 × 720 piksel/progressive scan (disingkat 720p) hingga 1920 × 1080 piksel/interlaced mode (disingkat 1080i). Siaran ini ditampilkan dalam rasio 16:9 (Mode Layar Lebar).

Satu channel TV bisa memberikan beragam informasi secara bersamaan. Bahkan konten non-video seperti data, juga bisa dikirim dan diterima secara bersamaan oleh pemirsa. Hal ini membuka peluang jaringan internet lewat TV. Bandwidth yang disediakan mampu mencapai 2.5 MB/s (bandingkan dengan ADSL Speedy yang “cuman” 384Kbps).
Tentu TV Digital menjadi lebih menarik daripada TV Analog.

Sedangkan TV Analog mempunyai metode yang berbeda-beda, tergantung negara yang menggunakannya. Untuk Indonesia, metode yang digunakan adalah PAL.

Untuk beralih ke digital, ada 2 alternatif yang harus kita lakukan; 1). Mengganti TV yang ada sekarang dan menggantinya dengan TV digital, 2).Tidak perlu mengganti TV, yang diperlukan hanya membei alat bantu (decoder) berupa Set Top Box (STB).
Pemasangan STB sangat mudah, yaitu kabel antenna yang semula langsung ke TV dilepas, dimasukkan ke STB ini kemudian output STB berupa Audio dan Video (A/V) tinggal dimasukkan ke Video input TV kita. Harganya diperkirakan berkisar antara Rp.200.000 - Rp.500.000 dan harga ini tentu suatu saat akan semakin murah karena produksi yang semakin banyak.

Thursday 14 May 2009

Hasil Pemilu 2009

Mataram, 14 Mei 2009, Akhirnya KPU menetapkan hasil Pemilu 2009 dengan hasil yang sangat mengejutkan. Partai Demokrat yang pada Pemilu 2004 hanya memperoleh 55 kursi pada Pemilu 2009 ini meraih jumlah kursi tertinggi, yakni 150 kursi, sementara Golkar yang dulu menjadi Partai pemenang harus rela duduk pada posisi kedua. Pada Pemilu 2004 Golkar meraih kursi 128 kini harus kehilangan 21 kursi . Demikian juga dengan PDIP yang pada Pemilu sebelumnya memperoleh 109 kursi kini hanya mendapat 95 kursi atau kehilangankursi sebanyak 14.

Satu-satunya partai di luar Demokrat yang mengalami kenaikan signifikan adalah PKS, yang pada Pemilu sebelumnya mempereleh 45 kursi, sekarang mendapatkan 57 kursi. Beberapa Parpol lama terpental, yaitu PBR, PDS, PBB, dan beberapa parpol kecil lainnya. Sedangkan ada 2 Partai baru yang berhasil lulus Parliamentary Threshold adalah Gerindra (Prabowo) memperoleh 26 kursi dan Hanura (Wiranto) mendapat 18 kursi.

Perolehan tersebut divalidasi setelah KPU mengubah perolehan kursi tiap Parpol pada tanggal 14 Mei 2009. Akibat perubahan ini seluruh partai mengalami perubahan perolehan kursi. Ada partai yang mengalami penurunan tapi ada juga yang mengalami kenaikan. Dari perubahan tersebut, tercatat Partai Hanura, Partai Demokrat, PDIP, PAN, dan PKB mengalami kenaikan jumlah kursi. Sedangkan PKS, PPP, Golkar, dan Gerindra mengalami penurunan.

Pengumuman perubahan perolehan kursi tersebut dilakukan KPU di hadapan saksi para parpol di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (14/5/2009) dini hari.

Berikut perolehan kursi tiap parpol berdasarkan hasil validasi KPU:

  1. Partai Demokrat 150 (sebelumnya 148)
  2. Partai Golkar 107 (sebelumnya 108)
  3. PDIP 95 (sebelumnya 93)
  4. PKS 57 (sebelumnya 59)
  5. PAN 43 (sebelumnya 42)
  6. PPP 37 (sebelumnya 39)
  7. PKB 27 (sebelumnya 26)
  8. Gerindra 26 (sebelumnya 30)
  9. Hanura 18 (sebelumnya 15)

Menurut anggota KPU I Gusti Putu Artha, kesalahan angka tersebut disebabkan human error ketika menampilkan data saat pengumuman 9 Mei lalu. Dalam waktu dekat, tak lebih dari 3 hari, KPU akan menetapkan perolehan kursi tersebut sehingga memiliki kekuatan hukum tetap.

Perbandingan Perolehan Kursi Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 

Partai

2004

2009

Naik/Turun (+/-)

1.    Demokrat

55

150

95

2.    Golkar

128

107

-21

3.    PDIP

109

95

-14

4.    PKS

45

57

12

5.    PAN

53

43

-10

6.    PPP

58

37

-21

7.    PKB

52

27

-25

8.    Gerindra

-

26

-

9.    Hanura

-

18

-

J u m l a h

550

560

-

Wednesday 13 May 2009

SBY LEMAH DALAM KOMUNIKASI

Tiba-tiba saja kita semua dikejutkan oleh sosok Boediono, seorang  teknokrat yang sangat mumpuni di bidang ekonomi. Dia dikenal terampil, cerdas dan bersih. Guru Besar UGM itu kini akan dijadikan Calon Wapres mendampingi SBY.
Tentu banyak orang setuju, tapi banyak juga yang tidak setuju. Bagi yang tidak setuju karena 4 alasan: 1). Kalau Boediono menjadi Wapres dipastikan dia tidak akan bisa konsentrasi menyelesaikan masalah ekonomi yang masih ribet ini. 2).Boediono bukan politikus atau basisnya bukan politik, sehingga nantinya diprediksi akan mengalami kesulitan di DPR disaat akan mewakili Pemerintah menyelesaikan suatu persoalan,  karena Boediono bukan praktisi politik, dia bukan orang yang ahli dalam mengomunikasikan ide yang berkaitan dengan politik, 3). Boediono adalah orang Jawa, SBY juga orang Jawa dikhawatirkan tanpa kombinasi Jawa/luar jawa akan menjadi masalah nantinya walaupun secara teoritis hal itu tidak relevan lagi, namun secara psykologis politik  kombinasi Jawa luar Jawa itu tetap dibutuhkan, 4).Boediono dicitrakan sebagai penganut paham neo liberalisme. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang sedang digagas oleh hampir seluruh partai. Mereka berpandangan bahwa dalam rangka percepatan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Indonesia harus segera melepaskan diri dari genggaman neo liberalisme kemudian menggantinya dengan sistem ekonomi kerakyatan.

Selain itu muncul protes keras dari para Parpol mitra koalisi, seperti PKS, PAN dan PPP.  Protes mereka bukan karena unsur Boediono, tetapi lebih dari sekedar persoalan "komunikasi" yang salah dari SBY. Memang SBY memiliki hak untuk menentukan sendiri Cawapresnya akan tetapi untuk urusan penting seperti ini sebaiknya SBY berunding  atau berbicara secara langsung tanpa melalui perantara, kepada tokoh-tokoh partai pendukung. Hal ini penting agar dukungan terhadap pasangan Capres semakn solid. Di samping itu agar Partai-partai pendukung bisa menjelaskan kepada konstituennya, "mengapa Boediono".

Akibat komunikasi yang buruk ini pula,  partai pendukung merasa diinferiorkan sedangkan SBY seakan-akan superior, padahal tanpa partai pendukung SBY tidak akan ada artinya, sekalipun nantinya SBY memenangkan Pemilu.

Publik juga menduga salah satu faktor keretakan antara Demokrat (SBY) dengan Golkar (JK) adalah faktor komunikasi yang buruk.   

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan "sementara"  salah satu kelemahan SBY adalah komunikasi. Tetapi apakah bisa diprediksi ke depan koalisi akan bertahan dengan manajemen komunikasi seperti itu?

Wallahualam bissawaf.
 

Monday 11 May 2009

Politik dan Perempuan Indonesia

Politik adalah media untuk mendapatkan kekuasaan. Kalimat ini jika dihubungkan dengan orientasi perempuan Indonesia adalah problem, sebab sepanjang sejarah di Nusantara ini kaum perempuan selalau dalam posisi yang lemah bahkan termarginalkan sekalipun sejarah mengabarkan kepada kita beberapa tokoh besar dari kaum perempuan telah berhasil menempatkan dirinya sebagai ikon perubahan sejarah besar bangsa ini. Lihatlah misalnya Ratu Nilakendra Pajajaran, Kita mengenal para ratu dalam kerajaan Aceh juga panglima Cut Nyak Dien, dan juga pejuang Christina Martha Tiahahu, merupakan pemimpin-pemimpin perjuangan pada zaman itu. Dan pada zaman kebangkitan, kita juga mengenal tokoh-tokoh seperti Raden Ajeng Kartini, Dewi Sartika, dan juga Hj. Rangkayo Rasuna Said, dan sebagainya.
Akan tetapi tetap saja mereka tidak dianggap merefresentasikan kaum perempuan. Mereka muncul sebagai tokoh  karena keadaan yang luar biasa. 

Anggapan itu "okelah" kita anggap benar akan tetapi realita budaya kita, realita sistem sosial kita sesungguhnya ambivalen bahwa disatu pihak sistem sosial budaya kita memandang perempuan dengan sebelah mata, perempuan tidak mendapat hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik, akan tetapi disatu pihak sistem sosial budaya kita membolehkannya.

Statemen yang ingin saya publish adalah bahwa kaum perempuan indonesia sebenarnya diijinkan untuk  berprestasi sampai level tertinggi oleh sistem sosial budaya kita. Hanya saja dalam implementasinya kaum pria terlalu takut memberikan hak berprestasi yang terlalu tinggi sehingga dibangunlah citra bahwa budaya dan agama tidak mengijinkan perempuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki, apalagi di dunia politik. Lagi pula kaum laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, kaum laki-laki adalah pemimpin keluarga, kaum laki-laki bertugas mencari uang sedangkan perempuan bertugas mengurus rumah tangga. dan sebagainya.

Sayangnya pembangunan citra itu berhasil dilakukan oleh kaum laki-laki yang pada akhirnya menumbuhkan disorientasi cita-cita kaum perempuan. Dalam bidang politik, hal ini sangat terasa. Betapa susahnya mencari kaum perempuan yang berpikir kekuasaan. Baginya kekuasaan alias politik itu dunianya kaum laki-laki dan sama sekali bukan dunianya kaum perempuan. Karena itu upaya pencapaian kuota perempuan 30% yang diwajibkan Undang-undang sulit dipenuhi oleh Parpol, akibatnya Parpol sering melakukan langkah-langkah kuantitatif yang bersifat formalistis. Maka kita melihat banyak Caleg perempuan menjadi bahan ejekan masyarakat.  

Inilah problem.


 

Sunday 10 May 2009

Soetrisno Bachir Jangan Mundur

Konflik internal yang dialami DPP PAN semakin terasa, setelah Amien Rais secara nyata mengumpulkan ketua DPW PAN se Indonesia di Yogyakarta dimana dalam pertemuan itu direkomendasikan Hatta Rajasa, Soetrisno Bachir dan Amien Rais sebagai Cawapres yang mendampingi Susilo Bambang Yudoyono, artinya PAN berkoalisi dengan Demokrat.
Hal itu dia lakukan untuk menganulir pertemuan antara Soetrisno Bachir dengan Prabowo, yang menurut media mereka telah sepakat melakukan koalisi yang salah satu wujudnya adalah Prabowo bersama Soetrisno Bachir maju sebagai Capres/Cawapres pada Pemilu Presiden.

Oleh karena adanya dua pertemuan yang awal dan ujungnya berbeda tersebut maka para elit PAN turun tangan mencari titik temu garis yang bersifat horizontal tersebut menjadi mengerucut. Dan pada akhirnya di DPP PAN terjadi pertemuan antara pihak MPP - DPP dan DPW seluruh Indonesia. Amien Rais dan Soetrisno Bachirpun hadir.
Dalam pertemuan tersebut disepakati Pembicaraan masalah koalisi akan dibahas dalam Rakernas. Ternyata Rakernas yang "menurut beberapa sumber" seharusnya berlangsung di Jakarta tetapi secar mendadak dialihkan ke Yogya.

Sehari sebelum berlangsung, Soetrisno Bachir dan Amien Rais melakukan kesepakatan bahwa Rakenas Yogya hanya mencari masukan/brain stowrming dan sama sekali bukan mengambil keputusan. Tetapi ternyata pertemuan tersebut dicurigai telah direkayasa oleh Hatta Rajasa untuk memaksakan agar Rakernas tersebut menghasilkan keputusan untuk berkoalisi dengan Demokrat dan mengusulkan Hatta Rajasa sebagai Calon Wakil Presiden yang akan mendampingi SBY dalam Pilpres nanti. Entah kecurigaan itu benar atau tidak, yang pasti bahwa dalam Rakernas itu menghasilkan keputusan seperti itu.

Sekalipun Rakernas itu dibuka oleh Soetrisno Bachir tetapi waktu penutupannya hanya dilakukan oleh Wakil Sekjen karena Sutrisno Bachir sudah pulang duluan ke Jakarta beserta rombongan DPP yang lain. Kepergian Soetrisno Bachir tentu saja menyiratkan kekecewaannya atas Rakernas yang menyimpang dari kesepakatan awal tersebut.

Sekarang sudah nyata PAN terbelah, antara kubu Hatta Rajasa plus Amien Rais dengan kubu Soetrisno Bachir plus beberapa pengurus DPP.

Reaksi yang nyata dari Soetrisno Bachir adalah adanya kabar "akan mengundurkan diri" dari ketua DPP.

Jika ini benar maka:
1. PAN teah gagal melakuan konsolidasi internal
2. Akan ada muncul tuduhan kepada: (1) Soetrisno Bahir sebagai orang yang ambisius, (2).Amien Rais sebagai orangyang tidak konsisten dan terlalu mendikte DPP PAN, (3).Hatta Rajasa akan dituding sebagai aktor intelektual perpecaan ini.
3. PAN akan mendapatkan citra yang buruk, yakni sebagai partai yang ternyata tidak profesional. PAN akan dianggap sebagai partai yang hanya mementingkan golongannya
4. PAN akan sulit berkembang jika citra para elitnya seperti itu. Padahal PAN selama ini dianggap sebagai partai yang sangat stabil, jauh dari kesan konflik.
5. Para Kader PAN yang ada sekarang akan mengalami disorientasi figur, mereka akan gamang sehingga dampaknya nanti dalam setiap pengabilan keputusan rentan untuk direkayasa, dibayar atau mereka sangat pragmatis.

Untuk itu jika Soetrisno Bachir masih mau menatap ke depan untuk partai ini, seharusnya wacana atau niatan mengundurkan diri itu dijauhkan dari benaknya. Hal ini untuk menyelamatkan Soetrisno Bachir, Amien Rais dan PAN

ADA APA DENGAN ANTASARI

Mengejutkan, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan informasi Antasari Azhar, Ketua KPK yang terkenal seperti buldozer mengganyang korupsi, tak pandang bulu, dia benar2 simbol pedang keadilan.
Tapi tiba-tiba simbol itu pupus dalam pertanyaan.Ketika kita menyaksikan Antasari harus ditahan oleh pihak kepolisian (Kapolda) karena diduga tersangkut pembunuhan berencana atas Nasruddin, pengusaha sukses asal Makasar.

Akan tetapi publik termasuk saya sendiri, masih meragukannya. Ada alasn-alasan logis yang mendukung:

  1. Ada SMS dari Antasari yang bernada ancaman masuk ke HP Nasrudin (alm). di akhir kalimat ancaman tersebut tercantum nama berinisial AA. inisial ini diartikan Antasari Azhar. Pertanyaannya Apakah mungkin Antasari membuat SMS sebodoh itu, padahal kita tau Antasari sangat memahami dirinya dan aparat2 penegak hukum lainnya termasuk menjadi sasaran penyadapan sehari-harinya. Jadi apakah Antasari senaif itu berbuat?
  2. Para pihak yang diduga salah satunya adalah Mantan Kapolres Jakarta, Wiliardi Wizar, seorang perwira yang berprestasi besar. Dia diduga dipandang sebagai pengatur strategi(perencana). Para analis inteljen atau para pakar strategi, menilai skenario pembunuhan terhadap Nasrudin terlalu amatiran, jauh dari kesan propesional. Padahal menurut salah seorang mantan Kapolres, seorang KaPolres sudah dikader untuk melakukan perencanaan di bidang keamanan termasuk di dalamnya gerakan penghilangan nyawa seseorang.
  3. Atau mereka (antasari + Wiliardi Wizar) memang sengaja membuat skenario yang bodoh? untuk mengecoh para analis?

Lalu ada apa dengan Antasari Azhar?

Wednesday 6 May 2009

Indonesiaku

Aku ingat di Taman Ismail Marzuki, Sastrawan Bandung, Taufiq Ismail dengan lantang mengatakan: AKU MALU MENJADI BANGSA INDONESIA.
Kata kata itu begitu menyedihkan, tetapi itu benar.

Saya tidak melihat ada orang Indonesia saat ini bangga dengan Indonesianya, karena kita telah mengalami ketertinggalan dalam banyak hal. Masa depan yang pernah dijanjikan oleh Rezim Soeharto ternyata tak pernah berujung, kita hanya bisa menjadi bangsa pemimpi dan penghayal.
Reformasi yang datang memberikan sejuta harapan sampai saat ini hanya bisa mempertontonkan kebobrokan, luka bangsa, kemiskinan rakyat, pemberontakan, kemarahan dan korupsi.

Wajarlah....., jika Taufiq Ismail menyatakannya.